Laman

Minggu, 01 Desember 2013

Sectio Caesarea

1.    Pengertian
a.  Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Sarwono, 2010)
b.  Seksio sesarea (SC) didefinisikan sebagai  lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi).  Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada kasus kehamilan abdomen. (Ventura, 2010)
2.    Jenis – jenis operasi sectio caesarea
a.   Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1)     Sectio caesarea transperitonealis
a)     SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri). Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira2 10 cm.
Kelebihan :
(1) Mengeluarkan janin dengan cepat
(2)Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
(3) Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
(1)   Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
(2)   Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
b)     SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
(1)       Penjahitan luka lebih mudah
(2)       Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
(3)       Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
(4)       Perdarahan tidak begitu banyak
(5)       Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
(a)       Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
(b)       Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
2)    SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
b.    Vagina (section caesarea vaginalis)
c.    Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1)     Sayatan memanjang ( longitudinal )
2)     Sayatan melintang ( Transversal )
3)     Sayatan huruf T ( T insicion )
3.    Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu atau pun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia ) :
a.       Fetal distress
b.      His lemah / melemah
c.      Janin dalam posisi sungsang atau melintang
d.      Bayi besar ( BBL ³ 4,2 kg )
e.      Plasenta previa
f.       Kalainan letak
g.      Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul)
h.     Rupture uteri mengancam
i.       Hydrocephalus
j.        Primi muda atau tua
k.      Partus dengan komplikasi
l.       Panggul sempit
m.    Problema plasenta
4.    Komplikasi
            Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
a.  Infeksi puerperal ( Nifas )
1)  Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2)  Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
3)  Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b.  Perdarahan
1)  Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2)  Perdarahan pada plasenta
c.   Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
d.  Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
 Riwayat operasi sesar pada persalinan yang lalu, dimungkinkan untuk persalinan pervaginam pada kehamilan berikutnya, dengan indikasi :
1)  Bekas insisi tunggal yang melintang dan pada bagian servikal bawah uterus.
2)  Indikasi untuk prosedur pertama bukan disproporsi
3)  Harapan akan kelahiran dan persalinan yang mudah.
5.    Kontraindikasi riwayat SC sehingga perlu dilakukan rujukan :
a.      Bekas  insisi vertical tipe apapun
b.      Insisi yang  tipenya tidak diketahui
c.      Pernah sectio caesarea lebih dari satu kali
d.      Saran untuk tidak melakukan trial of labor dari dokter bedah yang melaksanakan pembedahan pertama
e.      Panggul sempit
f.       Presentasi abnormal seperti presentasi dahi, bokong, atau letak lintang.
g.      Indikasi medis untuk segera mengakhiri kehamilan, termasuk diabetes, toxemia gravidarum dan plasenta previa.
6.    Penanganan
Riwayat SC menjdi resiko rupture uteri pada kehamilan selanjunya, namun hal tersebut dapat dicegah. Pencegahan rupture uteri pada wanita yang pernah mengalami SC, di beberapa Negara terdapat pendapat bahwa sekali seksio, seterusnya seksio. Pendirian tersebut tidak dianut di Indonesia. Seorang wanita yang mengalami SC untuk sebab yang hanya terdapat pada persalinan yang memerlukan pembedahan itu untuk menyelesaikannya, diperbolehkan untuk melahirkan pervaginampada persalinan berikutnya. Akan tetapi, ia harus bersalin di rumah sakit supaya diawasi dengan baik. Kala II tidak boleh berlangsung terlalu lama dan pemberian oksitosin tidak dibenarkan. Ketentuan bahwa tidak perlu dilakukan SC ulangan pada wanita yang pernah mengalami SC tidak berlaku untuk SC klasik.

Karena adanya bahaya yang lebih besar akan timbulnya rupture uteri pada riwayat SC, maka perlu dilakukan SC ulang. Selain itu, ibu hendaknya dirawat 3 minggu sebelum HPL. Dapat dipertimbangkan untuk melakukan SC sebelum persalinan dimulai, asal kehamilannya benar-benar lebih dari 37

Minggu, 02 Juni 2013

PERAWATAN TALI PUSAT



a.    Pengertian Tali Pusat
       Tali pusat dalam istilah medisnya umbilical cord. Merupakan suatu tali yang menghubungkan janin dengan uri atau plasenta. Sebab semasa dalam rahim, tali inilah yang menyalurkan oksigen dan makanan dari plasenta ke janin yang berada di dalamnya. Begitu janin dilahirkan, ia tidak lagi membutuhkan oksigen dari ibunya, karena sudah dapat bernapas sendiri melalui hidungnya. Oleh kerena itu sudah tidak diperlukan lagi, maka saluran ini harus segera dipotong dan dijepit atau diikat (Vivian, 2010).
b.    Fisiologi lepasnya tali pusat
       Pada saat tali pusat terpotong maka suplai darah dari ibu terhenti. Tali pusat yang masih menempel pada pusat bayi lama kelamaan akan kering dan terlepas. Pengeringan dan pemisahan tali pusat sangat dipengaruhi oleh jelly Wharton atau aliran udara yang mengenainya. Jaringan pada sisa tali pusat dapat dijadikan tempat koloni oleh bakteri terutama jika dibiarkan lembab dan kotor (Mitayani, 2010).
       Pada sisa potongan tali pusat inilah yang menjadi sebab utama terjadinya infeksi pada bayi baru lahir. Kondisi ini dapat dicegah dengan membiarkan tali pusat kering dan bersih. Tali pusat dijadikan tempat koloni bakteri yang berasal dari lingkungan sekitar.
       Penyakit tetanus ini diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan basil clostridium tetani yang dapat mengeluarkan toksin yang dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan “Tetanospasmin” yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot (Jitowijoyo dan Kristiyanasari, 2010).
c.    Perawatan tali pusat
                       1)    Pengertian
       Perawatan adalah proses perbuatan, cara merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan. Hal yang paling terpenting dalam membersihkan tali pusat adalah memastikan tali pusat dan area disekelilingnya selalu bersih dan kering, selalu mencuci tangan dengan menggunakanair bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat. Selama tali pusat belum puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air. Cukup diusap saja dengan kain yang direndam air hangat. (Endang, 2010).
                       2)    Tujuan Perawatan Tali Pusat
       Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir. Penyakit ini disebabkan karena masuknya spora kuman tetanus kedalam tubuh melalui tali pusat, baik dari alat yang tidak steril, pemakaian obatobatan, bubuk atau daun-daunan yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi (Wiknjosastro, 2006).
         Menyatakan bahwa tujuan merawat tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir,sehingga tali pusat tetap bersih, kuman-kuman tidak masuk
sehingga tidak terjadi infeksi pada tali pusat bayi. Penyakit tetanus ini disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu kuman yang
mengeluarkan toksin (racun), yang masuk melalui luka tali pusat
karena perawatan atau tindakan yang kurang bersih (Saifuddin,
2002).
                       3)    Cara Perawatan Tali Pusat
       Perawatan tali pusat merupakan salah satu perawatan neonatus terutama pada dua minggu pertama kehidupan. Ibu harus menjaga tali pusat tetap bersih dan kering sampai akhirnya terlepas (Shelov, 2004).
Cara perawatan tali pusat menurut JKPK-KR (2008) adalah :
a)    Jangan membungkus putung tali pusat atau perut bayi atau
b)     mengoleskan cairan atau bahan apapun ke putung tali pusat.
c)     Mengoleskan alkohol atau betadin (terutama jika pemotongan tali pusat tidak terjamin DTT atau steril) masih diperkenankan tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan basah atau lembab.
d)    Lipat popok dibawah putung tali pusat.
e)     Jika putung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT/steril dan sabun kemudian segera keringkan secara seksama dengan menggunakan kain bersih.
f)      Segera mencari bantuan jika tali pusat menjadi merah, bernanah/berdarah, atau berbau.
                       4)    Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merawat tali pusat
        Pada dasarnya merawat tali pusat adalah tindakan sederhana. Walaupun sederhana, harus memperhatikan prinsip-prinsip seperti selalu mencuci tangan dengan air bersih dan menggunakan sabun, menjaga agar daerah sekitar tali pusat tetap kering serta tali pusat tidak lembab, dan tidak membubuhkan apapun pada sekitar daerah tali pusat. Karena bila hal-hal tersebut tidak diperhatikan dapat mengakibatkan infeksi, dan bila terjadi infeksi masalahnya tidak menjadi sederhana lagi (Sodikin, 2009).
       Metode yang sekarang digunakan untuk membersihkan tali pusat adalah dengan air matang atau air bersih tanpa diberi obat-obatan seperti betadine atau alkohol (JNPK-KR, 2008). Selama tali pusatnya belum puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air, cukup dilap saja dengan air hangat.
      Alasannya untuk menjaga tali pusat tetap kering. Bagian yang harus dibersihkan adalah pangkal tali pusat bukan atasnya. Untuk membersihkan pangkal ini harus sedikit mengangkat (bukan menarik tali pusat). Sisa air yang menempel pada tali pusat dapat dikeringkan dengan kain kassa steril atau kapas, setelah itu tali pusat dikeringkan (Sinsin, 2008).
       Tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam sehari. Tali pusat tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat juga menimbulkan resiko infeksi. Kalaupun terpaksa ditutup tutuplah dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kassa steril. Pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena udara dengan leluasa. Intinya adalah membiarkan tali pusat terkena udara agar dapat mengering dan lepas (Ellen, 2008).
       Sebaiknya tali pusat tidak perlu diberi apa-apa, seperti obat luka. Akan tetapi jika tidak yakin, bisa ditutupi dengan kain kassa steril. Namun jangan lupa untuk menggantinya setiap kali usai mandi, si kecil berkeringat, terkena kotoran, dan basah. Hindari hal-hal yang aneh dan berbau mistis seperti menaruh koin di atas tali pusat bayi, diberi kopi, minyak, daun-daunan, kunyit (Ellen,2008).
                       5)    Faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya lepasnya tali pusat
      Lepasnya tali pusat menurut (Wawan, 2010) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah :
a)    Cara perawatan tali pusat, penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air, sabun dan di tutup dengan kassa steril cenderung lebih cepat puput (lepas) dari pada tali pusat yang dibersihkan dengan alkohol.
b)    Kelembaban tali pusat, tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab.
c)    Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi.
d)    Kondisi sanitasi lingkungan sekitar neonatus, Spora C. Tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan.
e)    Timbulnya infeksi pada tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat dengan bambu/gunting yang tidak steril, atau setelah dipotong tali pusat dibubuhi abu, tanah, minyak daun-daunan, kopi dan sebagainya.
                       6)    Gangguan – gangguan pada tali pusat.
       Tali pusat basah, berbau, dan menunjukkan tanda-tanda radang yang jika tidak segera dibantu akan menyebabkan sepsis, meningitis, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005). Pada pangkal tali pusat dan daerah sekitarnya berwarna merah, ada cairan berbau, darah yang keluar terus menerus (JKPK-KR, 2008).
       Selain perawatan tali pusat, menurut (Wiknjosastro, 2006) masih ada perawatan pada bayi sehari-hari lainnya antara lain :
a) Memandikan bayi
b) Membungkus atau membedong bayi
c) Merawat kuku dan rambut bayi
d) Pijat bayi

INFEKSI TALI PUSAT



1.      Pengertian  infeksi tali pusat
       Tali pusat merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan pada bayi yang baru lahir. Bayi yang baru lahir kurang lebih dua menit akan segera di potong tali pusatnya kira-kira dua sampai tiga sentimeter yang hanya tinggal pada pangkal pusat (umbilicus), dan sisa potongan inilah yang sering terinfeksi Staphylococcus aereus pada ujung tali pusat akan mengeluarkan nanah dan pada sekitar pangkal tali pusat akan memerah dan disertai edema (Musbikin, 2005).
       Pada keadaan infeksi berat, infeksi dapat menjalar hingga ke hati (hepar) melalui ligamentum (falsiforme) dan menyebabkan abses yang berlipat ganda. Pada keadaan menahun dapat terjadi granuloma pada umbilikus (Prawirohardjo, 2007). Infeksi tali pusat adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh clostridium tetani dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran (Mieke, 2006).
 
2.      Faktor-faktor penyebab infeksi tali pusat
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi tali pusat pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut :
a.    Faktor kuman
       Staphylococcus aereus ada dimana-mana dan didapat pada masa awal kehidupan hampir semua bayi, saat lahir atau selama masa perawatan. Biasanya Staphylococcus aereus sering dijumpai pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran cerna terkolonisasi. Untuk pencegahan terjadinya infeksi tali pusat sebaiknya tali pusat tetap dijaga kebersihannya, upayakan tali pusat agar tetap kering dan bersih, pada saat memandikan di minggu pertama sebaiknya jangan merendam bayi langsung ke dalam air mandinya karena akan menyebabkan basahnya tali pusat dan memperlambat proses pengeringan tali pusat. Dan masih banyak penyebab lain yang dapat memperbesar peluang terjadinya infeksi pada tali pusat seperti penolong persalinan yang kurang menjaga kebersihan terutama pada alat-alat yang digunakan pada saat menolong persalinan dan khususnya pada saat pemotongan tali pusat. Biasakan mencuci tangan untuk pencegahan terjadinya infeksi (Danuatmadja, 2008).
b.     Proses persalinan
      Persalinan yang tidak sehat atau yang dibantu oleh tenaga non medis. Kematian bayi yang diakibatkan oleh tetanus ini terjadi saat pertolongan persalinan oleh dukun pandai, terjadi pada saat memotong tali pusat menggunakan alat yang tidak steril dan tidak diberikan obat antiseptik.
c.    Faktor tradisi
       Untuk perawatan tali pusat juga tidak lepas dari masih adanya tradisi yang berlaku di sebagian masyarakat misalnya dengan memberikan berbagai ramuan-ramuan atau serbuk-serbuk yang dipercaya bisa membantu mempercepat kering dan lepasnya potongan tali pusat. Ada yang mengatakan tali pusat bayi itu harus diberi abu-abu pandangan seperti inilah yang seharusnya tidak boleh dilakukan karena justru dengan diberikannya berbagai ramuan tersebut kemungkinan terjangkitnya tetanus lebih besar biasanya penyakit tetanus neonatorum ini cepat menyerang bayi, pada keadaan infeksi berat hanya beberapa hari setelah persalinan jika tidak ditangani biasa mengakibatkan meninggal dunia (Mieke, 2006).
 
3.      Tanda dan gejala infeksi tali pusat.
       Tanda-tanda yang perlu dicurigai oleh orang tua baru adalah apabila timbul bau menyengat dan terdapat cairan berwarna merah darah atau bisa juga berbentuk nanah di sisa tali pusat bayi. Hal tersebut menandakan sisa tali pusat mengalami infeksi, lekas bawa bayi ke klinik atau rumah sakit, karena apabila infeksi telah merambat ke perut bayi, akan menimbulkan gangguan serius pada bayi (Febrina, 2009) .
       Manifestasi kebanyakan infeksi staphylococcus pada neonatus adalah tidak spesifik, bakteremia tanpa kerusakan jaringan setempat dikaitkan dengan berbagai tanda, berkisar dari yang ringan sampai dengan keadaan yang berat. Distress pernafasan, apnea, bradikardia, abnormalitas saluran cerna, masalah termoregulasi, adanya perfusi yang buruk, dan disfungsi serebral merupakan hal umum. Infeksi spesifik yang disebabkan oleh staphylococcus aereus meliputi pneumonia, efusi pleural, meningitis, endokarditis, omfalitis, abses, dan osteomielitis (Susan Kelin, 2009).
       Bayi yang terinfeksi tali pusatnya, pada tempat tersebut biasanya akan mengeluarkan nanah dan pada bagian sekitar pangkal tali pusat akan terlihat merah dan dapat disertai dengan edema. Pada keadaan yang berat infeksi dapat menjalar ke hati (hepar) melalui ligamentum falsiforme dan menyebabkan abses yang berlipat ganda. Pada keadaan menahun dapat terjadi granuloma pada umbilikus (Prawirohardjo, 2007).
      Jika tali pusat bayi bernanah atau bertambah bau, berwarna merah, panas, bengkak, dan ada area lembut di sekitar dasar tali pusat seukuran uang logam seratus rupiah, ini merupakan tanda infeksi tali pusat (Sean, 2009).
4.      Pencegahan dan penanganan infeksi tali pusat
a.    Pencegahan
       Untuk pencegahan awal tetanus dapat diberikan pada calon pengantin dengan harapan bila setelah menikah dan hamil tubuhnya sudah punya antitoksin tetanus yang akan ditransfer ke janin melalui plasenta. Seorang wanita yang sudah diimunisasi tetanus 2 kali dengan interval 4-6 minggu diharapkan mempunyai kekebalan terhadap tetanus selama tiga tahun imunisasi TT diberikan juga pada ibu hamil, diberikan 2 kali pada trimester kedua dengan interval waktu 4-6 minggu diharapkan dapat memberikan kekebalan selama tiga tahun sehingga jika si ibu hamil kurun waktu tiga tahun itu tidak diberikan imunisasi TT atau satu kali saja imunisasi sudah cukup (Erikania, 2007).
Agar tali pusat tidak terinfeksi, perlu dilakukan inspeksi tali pusat, klem dilepas, dan tali pusat diikat dan dipotong dekat umbilikus kurang dari 24 jam setelah bayi lahir. Ujung dari potongan diberikan krim klorheksidin untuk mencegah infeksi pada tali pusat, dan tidak perlu dibalut dengan kasa dan dapat hanya diberi pengikat tali pusat atau penjepit tali pusat yang terbuat dari plastik (Penny, 2008).
Dalam keadaan normal, tali pusat akan lepas dengan sendirinya dalam waktu lima sampai tujuh hari. Tapi dalam beberapa kasus bisa sampai dua minggu bahkan lebih lama. Selama belum pupus, tali pusat harus dirawat dengan baik. Agar tali pusat tidak infeksi, basah, bernanah, dan berbau. Bersihkan tali pusat bayi dengan sabun saat memandikan bayi. Keringkan dengan handuk lembut. Olesi dengan alkohol 70%. Jangan pakai betadine, karena yodium yang dikandung betadine dapat masuk ke peredaran darah bayi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan kelenjar gondok. Biarkan terbuka hingga kering, dapat dibungkus dengan kasa steril. Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak, karena dapat menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman, termasuk kuman tetanus (Wartamedika, 2006).
Untuk penggantian popok, sebaiknya popok yang telah basah segera diganti untuk menghindari iritasi tali pusat, area tali pusat jangan ditutup dengan popok atau celana plastik dan bila bayi menggunakan popok langsung pakai saja (Sean, 2009).
       Pencegahan pada infeksi tali pusat dapat dilakukan dengan perawatan tali pusat yang baik. Jika di tempat perawatan bayi banyak penyebab infeksi dengan staphylococcus aereus maka perawatan tali pusat dapat dilakukan sebagai berikut :
1)    Setelah tali pusat dipotong, ujung tali pusat diolesi dengan tincture jodii.
2)    Tangkai tali pusat / pangkal tali pusat dan kulit di sekeliling tali pusat dapat diolesi dengan triple-dye (triple dye ini adalah campuran brilliant green 2,29 g, prylapine bemisulfate 1,14 g, dan crystal violet 2,29 g yang dilarutkan dalam satu liter air), jika obat-obat ini tidak ada dapat pula digantikan dengan merkurokrom.
3)    Atau tali pusat cukup ditutupi dengan kasa steril dan diganti setiap hari (Prawirohardjo, 2007).
b.    Penanganan
       Infeksi pada bayi dapat merupakan penyakit yang berat dan sangat sulit diobati. Jika tali pusat bayi terinfeksi oleh Staphylococcus aereus, sebagai pengobatan lokal dapat diberikan salep yang mengandung neomisin dan basitrasin. Selain itu juga dapat diberikan salep gentamisin. Jika terdapat granuloma, dapat pula dioleskan dengan larutan nitras argenti 3% (Prawirohardjo, 2007).
1)    Infeksi tali pusat lokal atau terbatas
       Jika tali pusat bengkak, mengeluarkan nanah, atau berbau busuk, dan di sekitar tali pusat kemerahan dan pembengkakan terbatas pada daerah ≤ 1 cm di sekitar pangkal tali pusat lokal atau terbatas. Cara penanganannya :
a)   Biasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum memegang atau membersihkan tali pusat, untuk mencegah berpindahnya kuman dari tangan.
b)   Bersihkan tali pusat menggunakan larutan antiseptik (misalnya klorheksidin atau iodium povidon 2,5%) dengan kain kassa yang bersih.
c)   Olesi tali pusat pada daerah sekitarnya dengan larutan antiseptik (misalnya gentian violet 0,5% atau iodium povidon 2,5%) delapan kali sehari sampai tidak ada nanah lagi pada tali pusat. Anjurkan bayi melakukan ini kapan saja bila memungkinkan.
d)   Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm, obati seperti infeksi tali pusat berat atau meluas.
2)    Infeksi tali pusat berat atau meluas
       Jika kulit di sekitar tali pusat merah dan mengeras atau bayi mengalami distensi abdomen, obati sebagai tali pusat berat atau meluas. Cara penanganannya :
a)    Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan sensivitasi.
b)    Beri kloksasilin per oral selama 5 hari.
c)    Jika terdapat pustule / lepuh kulit dan selaput lendir.
d)    Cari tanda-tanda sepsis.
e)    Lakukan perawatan umum seperti dijelaskan untuk infeksi tali pusat lokal atau terbatas.