Laman

Minggu, 01 Desember 2013

Sectio Caesarea

1.    Pengertian
a.  Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Sarwono, 2010)
b.  Seksio sesarea (SC) didefinisikan sebagai  lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi).  Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada kasus kehamilan abdomen. (Ventura, 2010)
2.    Jenis – jenis operasi sectio caesarea
a.   Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1)     Sectio caesarea transperitonealis
a)     SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri). Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira2 10 cm.
Kelebihan :
(1) Mengeluarkan janin dengan cepat
(2)Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
(3) Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
(1)   Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
(2)   Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
b)     SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
(1)       Penjahitan luka lebih mudah
(2)       Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
(3)       Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
(4)       Perdarahan tidak begitu banyak
(5)       Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
(a)       Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
(b)       Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
2)    SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
b.    Vagina (section caesarea vaginalis)
c.    Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1)     Sayatan memanjang ( longitudinal )
2)     Sayatan melintang ( Transversal )
3)     Sayatan huruf T ( T insicion )
3.    Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu atau pun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia ) :
a.       Fetal distress
b.      His lemah / melemah
c.      Janin dalam posisi sungsang atau melintang
d.      Bayi besar ( BBL ³ 4,2 kg )
e.      Plasenta previa
f.       Kalainan letak
g.      Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul)
h.     Rupture uteri mengancam
i.       Hydrocephalus
j.        Primi muda atau tua
k.      Partus dengan komplikasi
l.       Panggul sempit
m.    Problema plasenta
4.    Komplikasi
            Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
a.  Infeksi puerperal ( Nifas )
1)  Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2)  Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
3)  Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b.  Perdarahan
1)  Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2)  Perdarahan pada plasenta
c.   Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
d.  Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
 Riwayat operasi sesar pada persalinan yang lalu, dimungkinkan untuk persalinan pervaginam pada kehamilan berikutnya, dengan indikasi :
1)  Bekas insisi tunggal yang melintang dan pada bagian servikal bawah uterus.
2)  Indikasi untuk prosedur pertama bukan disproporsi
3)  Harapan akan kelahiran dan persalinan yang mudah.
5.    Kontraindikasi riwayat SC sehingga perlu dilakukan rujukan :
a.      Bekas  insisi vertical tipe apapun
b.      Insisi yang  tipenya tidak diketahui
c.      Pernah sectio caesarea lebih dari satu kali
d.      Saran untuk tidak melakukan trial of labor dari dokter bedah yang melaksanakan pembedahan pertama
e.      Panggul sempit
f.       Presentasi abnormal seperti presentasi dahi, bokong, atau letak lintang.
g.      Indikasi medis untuk segera mengakhiri kehamilan, termasuk diabetes, toxemia gravidarum dan plasenta previa.
6.    Penanganan
Riwayat SC menjdi resiko rupture uteri pada kehamilan selanjunya, namun hal tersebut dapat dicegah. Pencegahan rupture uteri pada wanita yang pernah mengalami SC, di beberapa Negara terdapat pendapat bahwa sekali seksio, seterusnya seksio. Pendirian tersebut tidak dianut di Indonesia. Seorang wanita yang mengalami SC untuk sebab yang hanya terdapat pada persalinan yang memerlukan pembedahan itu untuk menyelesaikannya, diperbolehkan untuk melahirkan pervaginampada persalinan berikutnya. Akan tetapi, ia harus bersalin di rumah sakit supaya diawasi dengan baik. Kala II tidak boleh berlangsung terlalu lama dan pemberian oksitosin tidak dibenarkan. Ketentuan bahwa tidak perlu dilakukan SC ulangan pada wanita yang pernah mengalami SC tidak berlaku untuk SC klasik.

Karena adanya bahaya yang lebih besar akan timbulnya rupture uteri pada riwayat SC, maka perlu dilakukan SC ulang. Selain itu, ibu hendaknya dirawat 3 minggu sebelum HPL. Dapat dipertimbangkan untuk melakukan SC sebelum persalinan dimulai, asal kehamilannya benar-benar lebih dari 37