1.
Pengertian
a.
Sectio
caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin
dari dalam rahim. (Sarwono, 2010)
b.
Seksio
sesarea (SC) didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di
dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus
(histerektomi). Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari
rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada kasus kehamilan abdomen. (Ventura, 2010)
2.
Jenis
– jenis operasi sectio caesarea
a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
1) Sectio caesarea transperitonealis
a) SC klasik atau corporal (dengan insisi
memanjang pada corpus uteri). Dilakukan
dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira2 10 cm.
Kelebihan :
(1) Mengeluarkan janin dengan cepat
(2)Tidak mengakibatkan komplikasi kandung
kemih tertarik
(3) Sayatan bias diperpanjang proksimal
atau distal
Kekurangan
(1) Infeksi mudah menyebar secara intra
abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
(2) Untuk persalinan yang berikutnya lebih
sering terjadi rupture uteri spontan
b) SC ismika atau profundal (low servical
dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan
sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal)
kira-kira 10 cm
Kelebihan :
(1) Penjahitan luka lebih mudah
(2) Penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik
(3) Tumpang tindih dari peritoneal flap
baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
(4) Perdarahan tidak begitu banyak
(5) Kemungkinan rupture uteri spontan
berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
(a) Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan
bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan
perdarahan banyak
(b) Keluhan pada kandung kemih post
operasi tinggi
2) SC ektra peritonealis yaitu tanpa
membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
b. Vagina (section caesarea vaginalis)
c. Menurut sayatan pada rahim, sectio
caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Sayatan memanjang ( longitudinal )
2) Sayatan melintang ( Transversal )
3) Sayatan huruf T ( T insicion )
3. Indikasi
Operasi sectio
caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko
pada ibu atau pun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan
SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia
) :
a. Fetal distress
b. His lemah / melemah
c. Janin dalam posisi sungsang atau
melintang
d. Bayi besar ( BBL ³ 4,2 kg )
e. Plasenta previa
f. Kalainan letak
g. Disproporsi cevalo-pelvik (
ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul)
h. Rupture uteri mengancam
i. Hydrocephalus
j.
Primi
muda atau tua
k. Partus dengan komplikasi
l. Panggul sempit
m. Problema plasenta
4. Komplikasi
Kemungkinan
yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
a. Infeksi puerperal ( Nifas )
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam
beberapa hari
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi
disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus
paralitik
b. Perdarahan
1) Banyak pembuluh darah yang terputus
dan terbuka
2) Perdarahan pada plasenta
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan
keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi
d. Kemungkinan rupture tinggi spontan
pada kehamilan berikutnya
Riwayat operasi sesar
pada persalinan yang lalu, dimungkinkan untuk persalinan pervaginam pada
kehamilan berikutnya, dengan indikasi :
1) Bekas insisi tunggal yang melintang
dan pada bagian servikal bawah uterus.
2) Indikasi untuk prosedur pertama bukan
disproporsi
3) Harapan akan kelahiran dan persalinan
yang mudah.
5. Kontraindikasi riwayat SC sehingga
perlu dilakukan rujukan :
a. Bekas insisi vertical tipe
apapun
b. Insisi yang tipenya tidak
diketahui
c. Pernah sectio caesarea lebih dari satu
kali
d. Saran untuk tidak melakukan trial of
labor dari dokter bedah yang melaksanakan pembedahan pertama
e. Panggul sempit
f. Presentasi abnormal seperti presentasi
dahi, bokong, atau letak lintang.
g. Indikasi medis untuk segera mengakhiri
kehamilan, termasuk diabetes, toxemia gravidarum dan plasenta previa.
6. Penanganan
Riwayat
SC menjdi resiko rupture uteri pada kehamilan selanjunya, namun hal tersebut
dapat dicegah. Pencegahan rupture uteri pada wanita yang pernah mengalami SC,
di beberapa Negara terdapat pendapat bahwa sekali seksio, seterusnya seksio.
Pendirian tersebut tidak dianut di Indonesia. Seorang wanita yang mengalami SC
untuk sebab yang hanya terdapat pada persalinan yang memerlukan pembedahan itu
untuk menyelesaikannya, diperbolehkan untuk melahirkan pervaginampada
persalinan berikutnya. Akan tetapi, ia harus bersalin di rumah sakit supaya
diawasi dengan baik. Kala II tidak boleh berlangsung terlalu lama dan pemberian
oksitosin tidak dibenarkan. Ketentuan bahwa tidak perlu dilakukan SC ulangan
pada wanita yang pernah mengalami SC tidak berlaku untuk SC klasik.
Karena adanya
bahaya yang lebih besar akan timbulnya rupture uteri pada riwayat SC, maka
perlu dilakukan SC ulang. Selain itu, ibu hendaknya dirawat 3 minggu sebelum
HPL. Dapat dipertimbangkan untuk melakukan SC sebelum persalinan dimulai, asal
kehamilannya benar-benar lebih dari 37