Kematian
perinatal dipengaruhi oleh faktor-faktor ibu dan faktor bayi. Adapun faktor ibu
adalah : sosial pendidikan dan ekonomi yang rendah, umur kurang dari 20 tahun,
paritas diatas 5, hamil hamil tanpa pengawasan, dan hamil dengan komplikasi.
Sedangkan faktor bayi meliputi bayi resiko tinggi (Hipertensi, Diabetes
Mellitus, Pre-eklampsia/eklampsia, berat badan kurang dari 2.500 gram, kelainan
kongenital, dan lahir dengan asfiksia.
Sesuai
dengan rumusan masalah maka pembahasan teoritis hanya dibatasi pada faktor umur
ibu, paritas, berat badan lahir, dan komplikasi kehamilan.
a.
Umur Ibu
Umur ibu
adalah lamanya ibu hidup sejak dilahirkan sampai hari ulang tahun yang terakhir
yang dinyatakan dalam tahun kelender, umur bertambah sejalan dengan
perkembangan biologis organ – organ tubuh manusia yang pada usia tersebut
mengalami perubahan. Faktor umur mempunyai pengaruh yang erat dengan
perkembangan alat-alat reproduksi wanita, dimana masa reproduksi sehat
dianjurkan agar usia ibu hamil dan melahirkan pada umur 20 – 35 tahun,
kehamilan diluar kurun usia tersebut membuat wanita beresiko tinggi saat
melahirkan.
Secara umum, seorang perempuan yang disebut siap secara
fisik jika ia telah menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya, yaitu sekitar usia 20
tahun, ketika tubuhnya berhenti bertumbuh. Sehingga usia 20 tahun dijadikan
pedoman kesiapan fisik. Wanita yang hamil pada umur muda, dari segi biologis
perkembangan alat-alat reproduksi belum sepenuhnya optimal. Dari segi psikis
belum matang dalam menghadapi beban moril, mental dan emosional. Dari segi
ekonomi belum siap mandiri dan dari segi medis sering mendapat gangguan kesehatan.
Kesiapan seorang perempuan untuk hamil atau mempunyai anak ditentukan oleh
kesiapan dalam tiga hal, yaitu kesiapan fisik, kesiapan mental /emosi/psikis
dan kesiapan sosial/ekonomi.
Wanita yang hamil di bawah usia 20 tahun akan mengalami
berbagai hambatan antara lain :
1. Ibu muda
pada waktu hamil kurang memperhatikan kehamilannya termasuk kontrol kehamilan.
Ini berdampak pada meningkatnya berbagai resiko kehamilan.
2. Ibu muda
pada waktu hamil sering mengalami ketidakteraturan tekanan darah yang dapat
berdampak pada keracunan kehamilan serta kejang yang berakibat kematian.
Sedangkan wanita yang
hamil pada usia terlampau tua, fungsi alat reproduksinya telah mengalami
kemunduran terhadap fungsi organ dan munculnya kelainan-kelainan yang bersifat
degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus dan lain sebagainya. Selain
itu, risiko kematian meningkat jika usia ibu 35 tahun atau lebih, karena wanita
yang mencapai usia 35 tahun atau lebih umumya akan mengalami penurunan
kesuburan.
b.
Paritas
Paritas menggambarkan jumlah
persalinan yang telah dialami seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati.
Paritas 2 – 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal dan perinatal.
Paritas adalah angka-angka yang
menunjukkan jumlah kehamilan yang pernah dialami ibu serta status terminasi
kehamilan tersebut. Paritas menggambarkan pengalaman ibu dalam kehamilan.
Misalnya, jumlah kehamilan yang pernah dialaminya dapat dibandingkan terhadap
kelahiran dan kegugurannya.
Dari pencatatan statistik diperoleh
hubungan antara jumlah paritas dengan derajat kesehatan bayi yang dilahirkan.
Dinyatakan bahwa semakin besar angka gravida semakin besar kemungkinannya
melahirkan anak yang lemah.
Berbagai penyakit pada janin atau
bayi dapat dipengaruhi oleh paritas, antara lain adalah inkompatibilitas
golongan darah ibu dan bapak, baik itu golongan darah sistem ABO maupun
sistem Rhesus. Pada inkompatibilitas
golongan darah ABO, biasanya anak yang pertama akan lahir mati, sedangkan pada
kasus Rhesus, anak yang menderita adalah anak yang kedua, ketiga, dan
seterusnya.
Menurut Fortney A dan E.W.
Whitenhorne indeks kehamilan resiko tinggi untuk paritas adalah sebagai berikut
: Nulipara = 1, Multipara 1 – 3 = 0, Multipara 4 – 6 = 1, Grandemulti 7 = 2.
Makin tinggi paritas, resiko
kematian perinatal makin tinggi sebab pada waktu melahirkan pembuluh darah pada
dinding rahim yang rusak tidak dapat pulih sepenuhnya seperti sebelum
melahirkan. Karena itu, kehamilan dan persalinan yang berulang-ulang
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di dinding rahim. Dan makin banyak yang
akan mempengaruhi sirkulasi makanan ke janin dan dapat menimbulkan gangguan /
hambatan pada pertumbuhan janin di dalam kandungan, abortus, cacat bawaan,
BBLR, dan anemia pada bayi yang dilahirkan.
c. Anemia pada Kehamilan
Anemia adalah suatu keadaan dimana
kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap
kelompok umur dan jenis kelamin yaitu : anak balita: <11 gr/dl, anak usia
sekolah: <12 gr/dl, wanita dewasa: <12 gr/dl, pria dewasa: <13 gr/dl,
ibu hamil: <11 gr/dl, dan ibu menyusui lebih dari 3 bulan: <12 gr/dl.
Sedangkan menurut Cortino Sukotjo (2001) Anemia adalah kondisi dimana jumlah (konsentrasi) sel darah merah lebih sedikit dari keadaan normal, sehingga menurunkan jumlah oksigen yang dapat dibawa. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya produksi hemoglobin dan sel-sel darah merah atau tubuh kehilangan sel darah merah dalam jumlah lebih dari biasanya, misalnya karena pendarahan atau sel darah merah pecah / rusak sebelum waktunya. Karena oksigen sangat dibutuhkan dalam proses merubah makanan menjadi energi yang diperlukan tubuh, kekurangan oksigen dalam peredaran di dalam tubuh merupakan kondisi yang perlu diperhatikan, karena bisa menjadi berbahaya.
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Anemia pada
kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan
sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas
sumber daya manusia. Anemia hamil disebut ”potential
danger to mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak), karena
itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam
pelayanan kesehatan pada lini terdepan. Selama kehamilan, anemia lazim terjadi
dan biasanya disebabkan oleh defisiensi besi, sekunder terhadap kehilangan
darah sebelumnya atau masukan besi yang tidak adekuat. Menurut WHO kejadian
anemia hamil berkisar antara 20% sampai 89% dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai
dasarnya.
d.
BBLB (Berat Badan Lahir
Bayi)
Berat badan lahir ialah berat badan bayi yang tercatat saat dilahirkan. Berat
badan lahir dikatakan normal jika berat badan lahir bayi 2.500 – 4000 gram.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) yang mempunyai resiko terhadap kematian
perinatal adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram.
Bayi dengan BBLR mempunyai masalah antara lain : pusat pengaturan pernafasan
dan alat pencernaannya belum sempurna, kemampuan metabolisme panas masih rendah
sehingga dapat berakibat terjadinya asfiksia, asidosis, dan mudah terjadi
infeksi.
Defenisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2.500 gram, yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24
jam pertama setelah lahir.
Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan
lingkungan yang baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan
dan perkembangan, bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya. Selain itu
juga akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena rentan
terhadap infeksi saluran pernafasan bagian bawah, gangguan belajar , masalah
perilaku dan lain sebagainya.
World Healt
Organization (WHO) pada tahun 1961 mengganti istilah Premature Baby Of Low Birth Weight Baby (Bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah = BBLR). Karena
disadari bahwa tidak semua bayi dengan berat badan lahir rendah atau < 2500
gram pada waktu lahir adalah prematur. Berdasarkan berat badan
dari bayi berat lahir rendah ini kemudian diklasifikasikan lagi menjadi :
1. Bayi berat lahir
rendah adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan 1500 gram - < 2500
gram.
2. Bayi berat lahir
sangat rendah adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan 1000 gram - <
1500 gram.
3. Bayi berat lahir amat
sangat rendah adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 1000 gram.
Dan juga ada pembagian berat badan bayi berdasarkan berat badan lahir dan umur
kehamilan.
Berdasarkan waktu kehamilan WHO bayi yang lahir dibagi dalam tiga kategori yaitu :
1) Bayi kurang bulan (preterm) adalah bayi dengan masa
kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari).
2) Bayi cukup bulan (term) adalah bayi dengan masa kehamilan
mulai dari 37 – 42 minggu (259 – 293 hari).
3) Bayi lebih bulan (post-term) adalah bayi dengan masa
kehamilan 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih).
e.
Perawatan Antenatal (ANC)
Perawatan
antenatal (antenatal care) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh tenaga profesional kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan
standar pelayanan antenatal seperti ditetapkan dalam buku pedoman pelayanan
antenatal bagi petugas Puskesmas. Dalam penerapan operasionalnya dikenal
standar pelayanan 5T yaitu timbang berat badan, ukur tekanan darah, imunisasi
Tetanus Toksoid, dan pemberian Tablet Zat besi minimal 90 tablet selama
kehamilan.
Perawatan antenatal adalah pengawasan sebelum
persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim.
Secara
khusus pengawasan antenatal bertujuan untuk
:
1. Mengenal dan
mengawasi sedini mungkin penyulit yang terdapat pada saat kehamilan, saat
persalinan, dan kala nifas.
2. Mengenal dan
menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, dan kala nifas.
3. Memberikan nasehat
dan petunjuk berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi, dan
aspek keluarga berencana.
4. Menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.
Berdasarkan
kebijakan program Departemen Kesehatan, kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan
paling sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu :
1. Kunjungan pertama
(K1), kontak ibu hamil yang pertama dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan
pemeriksaan kehamilan segera setelah haid terlambat 1 bulan (trimester I).
2. Kunjungan ulang minimal
1 kali pada kehamilan 4 – 6 bulan (trimester II).
3. Kunjungan berikutnya
minimal 2 kali pada kehamilan 7 – 9 bulan (trimester III) dan mendapat
pelayanan (K4) dengan standar minimal 5T – 7T,
a. Timbang berat badan
b. Pengukuran tekanan
darah
c. Pengukuran tinggi
fundus uteri
d. Pemberian imunisasi
TT (Tetanus Toksoid) lengkap
e. Pemberian tablet
besi, minimal 90 tablet selama kehamilan
f. Tes terhadap penyakit
menular seksual
g. Temu wicara dalam
rangka persiapan rujukan.,
Jadwal melakukan antenatal care sebanyak 12 – 13 kali
selama hamil. Di negara berkembang pemeriksaan antenatal dilakukan sebanyak 4
kali sudah cukup sebagai kasus tercatat. Keuntungan antenatal care sangat besar karena dapat mengetahui berbagai resiko
dan komplikasi hamil sehingga ibu hamil dapat diarahkan untuk melakukan rujukan
ke rumah sakit. Dengan jalan demikian diharapkan angka kematian ibu dan
perinatal yang sebagian besar terjadi pada saat pertolongan pertama dapat
diturunkan secara bermakna.
f. Komplikasi Kehamilan
Komplikasi
kehamilan adalah keadaan patologis yang erat kaitannya dengan kematian ibu dan
janin atau bayi yaitu :
a) Penyulit kehamilan :
(1) Pre-eklampsia/eklampsi
Penyakit ini diklasifikasikan
sebagai hipertensi yang diinduksi dari kehamilan. Keadaan ini ditandai oleh
hipertensi, oedema, dan proteinuria pada pre-eklampsia, diikuti dengan kejang
dan atau koma pada eklamsia .
Disamping perdarahan dan
infeksi maka pre-eklampsia serta eklampsia merupakan penyebab kematian ibu dan
perinatal yang tinggi terutama di negara berkembang. Kematian karena eklampsia
meningkat dengan tajam dibandingkan pada tingkat pre-eklampsia berat.
Pre-eklampasia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan
dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosa dini dapat
mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian.
(2) Kematian
intrauterine.
Kematian janin biasanya
didefinisikan sebagai kematian intrauterine
dari janin dengan berat 500 gram atau lebih atau janin pada umur kehamilan
sekurang-kurangnya 20 minggu. Sindrom janin mati dicirikan oleh lamanya retensi
janin yang mati intrauterine dihubungkan dengan perdarahan akibat darah yang
tidak membeku.
1.
Pendarahan trimester III :
a. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah suatu
keadaan dimana plasenta yang terletak normal terlepas dari perlekatannya
sebelum janin lahir.
Salah satu penelitian yang
mengemukakan tingginya angka kematian perinatal akibat solusio plasenta adalah
penelitian yang dilakukan oleh Abdellah dkk di Universitas
Tennessce mendapatkan angka mortalitas perinatal sekitar 35 % .
b. Plasenta previa
Plasenta previa adalah
terbenamnya bagian plasenta dalam segmen bawah uterus.
Bahaya plasenta previa pada
ibu adalah perdarahan yang hebat, infeksi, sepsis dan emboli udara. Sedangkan
terhadap anak dapat terjadi hypoxia, perdarahan, shock dan kematian.
2.
Penyakit yang menyertai kehamilan :
a. Tekanan darah tinggi
/ hipertensi
Penyebab
utama hipertensi pada kehamilan adalah hipertensi esensial, hipertensi esensial
disebabkan oleh faktor herediter atau faktor lingkungan dan emosi yang
labil.
(2) Penyakti jantung,
Kehamilan yang disertai penyakit jantung
selalu saling mempengaruhi karena kehamilan memberatkan penyakit jantung dan
penyakit jantung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim.
(3) Hamil disertai infeksi
Kehamilan sering terjadi
bersamaan dengan infeksi yang dapat mempengaruhi kehamilan atau sebaliknya
memberatkan infeksi.
g. Status Gizi
Ibu
Status gizi
ibu baik sebelum maupun saat hamil juga sangat berperan terhadap kematian bayi,
karena kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
janin yang mengakibatkan terjadinya keguguran, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, mati dalam kandungan serta bayi lahir
dengan berat badan rendah.
Gizi ibu
yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang hamil, lebih
sering menghasilkan bayi BBLR (berat badan lahir rendah) atau lahir mati dan
jarang menyebabkan cacat bawaan. Disamping itu dapat pula menyebabkan hambatan
pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah
terkena infeksi, abortus dan sebagainya.
Pada umumnya, ibu-ibu yang hamil dengan kondisi
kesehatan yang baik, dengan sistem reproduksi yang normal, tidak sering
menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra-hamil maupun pada
saat hamil, akan menghasilkan bayi yang lebih besar dan lebih sehat daripada
ibu-ibu yang kondisinya tidak seperti itu. Kurang gizi yang kronis pada masa
anak-anak dengan/tanpa sakit yang berulang, akan menyebabkan bentuk tubuh yang
”stunting/kuntet” pada masa dewasa. Ibu-ibu yang kondisinya seperti ini
sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi.Referensi :
Cut sri wahyuni. 2008. Hubungan faktor ibu dan pelayanan kesehatan
dengan kematian perinatal Di kabupaten pidie tahun 2008. Hal 8 – 20. www.repository.usu.ac.id. Diakses 27 mei 2012.
Dinkes, Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
2005, Sulawesi Selatan: Dinas
Kesehatan Provinsi, 2005.
Djaja, Sarimawar, 2003. ”Penyakit Penyebab
Kematian Bayi Baru Lahir (Neonatal) dan
Sistem Pelayanan Kesehatan Yang Berkaitan di Indonesia”, (http://www.republika.co.id),
diakses 21 Mei 2012.
Lubis, NU. 2000. Penanggulangan Perinatal
Risiko Tinggi. Hal 22-24. CDK N0. 126 2000 : Jakarta
Madopi, Lukman, 2006. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan DenganKematian Perinatal di RSUD Luwu Kabupaten Banggai Sulawesi
Tenggara Tahun 2005. FKM Unhas : Makassar
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC : Jakarta
Nurhaeri, 2006. Analisis Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Bayi Berat
Lahir Rendah di Rumah Sakit Bersalin Sitti Khadijah III Makassar Periode 2003 – 2005. FKM Unhas : Makassar.
Pusat Data dan Informasi
Kesehatan, 2005, ”Glosarium Data dan Informasi Kesehatan”,http://bankdata.depkes.go.id/ diakses 16 Mei 2012.
Roslina, melvy. 2003. Faktor-Faktor Resiko yang
mempengaruhi kematian perinatal di RSUD dr. Pirngadi medan tahun 2003. Hal
5-10 www.repository.usu.ac.id Diakses 27 Mei 2012.
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan Praktis
Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal. Hal U5-U6. YBPSP : Jakarta
Sarwono, 2006. Ilmu Kebidanan. Hal 785-790.
EGC : Jakarta
Sudariato, dkk. 2010. Profil Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan 2009, Sulawesi Selatan: Dinas
Kesehatan Provinsi, 2010. Hal
14-16. www.dinkes-sulsel.go.id. Diakses 27 Mei 2012.
Yusuf, St Hafsah, 2005. Analisis Faktor Resiko
Kejadian Kematian Perinatal di RSIA Siti Fatimah Makassar Periode 2002 – 2004.
Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Unhas : Makassar