A.
INFEKSI
PUERPURALIES.
1. Pengertian
·
Infeksi
puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman
ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas.
·
Infeksi
puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia
dalam masa nifas.
·
Infeksi
puerperalis adalah infeksi peradangan pada semua alat genetalia pada masa nifas
oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 380
C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama 2 (dua) hari
2. Etiologi
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke
dalam alat kandungan seperti eksugen, autogen danendogen. Penyebab yang
terbanyak dan lebih dari 50 % adalah strepto coccus dan anaerop yang sebenarnya
tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir :
Kuman-kuman
yang sering menyebabkan infeksi puerperalis antara lain :
o Streptococcus haematilicus aerobic
o Staphylococcus aurelis
o Escherichia coli
o Clostridium welchii
3. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi infeksi
puerperalis, diantaranya :
o
Persalinan
yang berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar
o
Tindakan
operasi persalinan
o
Tertinggalnya
plasenta selaput ketubahn dan bekuan darah
o
Ketuban
pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi enam jam
o
keadaan
yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan antpartum dan postpartum,
anemia pada saat kehamilan, malnutrisi, kelelahan dan ibu hamil dengan penyakit
infeksi seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
4.
Mekanisme terjadinya infeksi puerperalis
Terjadinya
infeksi puerperalis adalah sebagai berikut :
o
Manipulasi
penolong, terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam alat yang dipakai kurang
suci hama
o
Infeksi
yang didapat dirumah sakit (nosakomial)
o
Hubungan
seks menjelang persalinan
o
Sudah
terdapat infeksi intrapartum : persalinan lama terlancar ketuban pecah lebih
dari enam jam terdapat pusat infeksi dalam tubuh.
5. Infeksi yang terlukalisir di jalan lahir
Biasanya terdapat pada tempat-tempat
perlukaan jalan lahir karena tindakan persalinan dan pada bekas implantasi
plasenta.
o
Vulvitis,
luka bekas episotomi atau robekan perbium yang kena infeksi. Jaringan sekitar
luka membengkak, tepi luka meraih dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka
yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus
o
Vaginatis
: luka karena tindakan persalinan terinfeksi, permukaan mukosa membengkak dan
kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah
ulkus
o
Servisitis
: infeksi pada serviks agar dalam dapat menjalar ke ligamentum dan parametrium
o
Endometritis
: infeksi terjadi pada tempat insersi plasenta dan dalam waktu singkat dapat
mengenai seluruh endometrium
o
Peritonitis
Terjadi karena meluasnya
endometritis, tetapi dapatjuga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-oofaritis
dan seliltis pelvika, infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh linfe
didalam uterus langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peronitis
o
Septikomeia
dan piemia
Keduanya merupakan infeksi berat.
pada septikemia :
§ Dari permulaan penderita sudah sakit
dan lemah
§ Sampai 3 hari post partum suhu
menigkat dengan cepat biasanya disertai menggigil, suhunya berkisar 39-400
C
§ Nadi meningkat / menjadi cepat
(140-160 x / menit atau lebih)
Sedangkan pada piemia :
§ Penderita tidak lama post partum
sudah merasa sakit
§ suhu agak meningkat (350
C)
§ Perut nyeri
§ Infeksi ini disebabkan oleh
kuman-kuman yang sangat pathogen biasanya streiptoccocus haeomlyticus golongan
A. infeksi ini merupakan 50 % dari semua kematian karena infeksi nifas.
§ Pada septicemia kuman-kuman dari
sarangnya diuterus, langsung masuk ke dalam peredaran darah umum dan
menyebabkan ifeksi. Pada plemia terdapat dahulu trombofelbitis ini menjalar ke
venauterina, venatupogastrika dan / atau vena onari (tromboflebitis pelvika)
·
Parametritis
(sellulitis pelivika)
Parametritis adalah infeksi jaringan
ikat pelvis yang daoat teradi melalui beberapa jalan :
§ Dari servisitis atau endometritis
dan tersebar melalui pembuluh limfe
§ Langsung meluas dari servisitis
kesadasar ligamentum sampai ke parametritis
§ Penyeberangan sekunder dari
tromboflebitis pelvika
o
Salfingitis
Salfingitis adalah perdangan dari
adneksa terdiri atas salfingitis akut dan kronik kadang-kadang walaupun jarang
infeksi menjalin ketuba fallopi, malahan ke ovarium.
6. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan dalam
upaya menurunkan infeksi puerperalis sebagai berikut :
o
Pencegahan
pada waktu hamil
-
Meningkatkan
keadaan umum penderita
-
Mengurangi
faktor predisposisi infeksi kala nifas
o
Saat
persalinan
-
Perlukan
dikurangi sebanyak mungkin
-
Perlukaan
yang terjadi perdarahan post partum
-
Mencegah
terjadi perdarahan post partum
-
Kurang
melakukan pemeriksaan dalam
-
Hindari
persalinan yang berlangsung lama
o
Kala
nifas
-
Lakukan
mobiliasi dini sehingga darah lokia keluar dengan lancar
-
Perlukaan
dirawat dengan baik
-
Rawat
gabung dengan isolasi untuk mengurangi infeksi nosokomial
7. Pengobatan Infeksi Kala Nifas
·
Sebaliknya
segera dilakukan pengambilan (kultur) dari secret vagina, luka operasi dan
darah serta uji kepakaian untuk mendapatkan antibiotiika yang tepat dalam
pengobatan
·
Berikan
dalam dosis yang cukup dan adekuat
·
Karena
hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotikan spectrum luas
(broad spectrum) menunggu hasil laboratorium
·
Pengobatan
mempertinggi daya tahan tubuh penderita infus atau tranfusi diberikan perawatan
lainnya sesuai dengan komplikasi yang dijumpai
B.
KELAINAN PADA
MAMMAE.
1.
MASTITIS.
Definisi
Mastitis
merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara yang
mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini dikenal pula
istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi. Apabila
ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau karena
payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan,
akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi,
dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi. Diagnosis
mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut:
·
Demam
dengan suhu lebih dari 38,5oC
·
Menggigil
·
Nyeri
atau ngilu seluruh tubuh
·
Payudara
menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
·
Peningkatan
kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa
asin
·
Timbul
garis-garis merah ke arah ketiak.
Patofisiologi
Terjadinya
mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)
akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan
alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI
menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat
beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi,
melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau
melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering
adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadangkadang
ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita
tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis
tuberkulosis mencapai 1%.
Faktor
risiko terjadinya mastitis antara lain:
1. Terdapat riwayat mastitis pada anak
sebelumnya.
2. Puting lecet.
Puting
lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari
pengosongan payudara secara sempurna.
3. Frekuensi menyusui yang jarang atau
waktu menyusui yang pendek.
Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum
sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
4. Pengosongan payudara yang tidak
sempurna
5. Pelekatan bayi pada payudara yang
kurang baik. Bayi yang hanya mengisap puting (tidak termasuk areola)
menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak
sempurna.
6. Ibu atau bayi sakit.
7. Frenulum pendek.
8. Produksi ASI yang terlalu banyak.
9. Berhenti menyusu secara cepat/
mendadak, misalnya saat bepergian.
10. Penekanan payudara misalnya oleh bra
yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada mobil.
11. Sumbatan pada saluran atau muara
saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan lain-lain.
12. Penggunaan krim pada puting.
13. Ibu stres atau kelelahan.
14. Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan
dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Pencegahan
Pencegahan terhadap kejadian mastitis
dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor risiko di atas. Bila payudara penuh
dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat dengan baik,
karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk mengeluarkan
sebagian ASI setiap 3 – 4 jam dengan cara memerah dengan tangan atau pompa ASI
yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat
merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa
nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan
dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat
diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan
payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya feedback
inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.
Pengosongan yang tidak sempurna atau
tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat dapat menyebabkan ASI terbendung.
Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila teraba benjolan, terasa
nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat, meningkatkan
frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta melakukan
pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.
Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak
tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk
mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi dengan suatu bahan
penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke jaringan sebelum
bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan ASI
akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan
mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan
topikal lainnya.
Kelelahan sering menjadi pencetus
terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus selalu menganjurkan ibu
menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya
bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan.
Ibu harus senantiasa memperhatikan
kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang
paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk
tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan
keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI
juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan
air panas setelah digunakan.
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health
Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada
beberapa keadaan yaitu bila:
·
pengobatan
dengan antibiotik tidak -- memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari
·
terjadi
mastitis berulang
·
mastitis
terjadi di rumah sakit
·
penderita
alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan
kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih
dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi
kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil
positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala
yang muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas
bakteri.
Tata
laksana
Tata laksana mastitis dimulai dengan
memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang baik merupakan hal penting
dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya
mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui
dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu
dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin
dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down)
dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara sedemikian rupa
sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal
ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis
pola kuman yang sama, demikian pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses
menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi
bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang
terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu
melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa.
Penghentian menyusui dengan segera memicu risiko yang lebih besar terhadap
terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang
dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama proses
menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu melancarkan
aliran ASI.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan
adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi
berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu
dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu
mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat
dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak
kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres
dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas
atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu.
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan
bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat membantunya di rumah. Selama di
rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus
berlangsung.
Penggunaan
obat-obatan
Meskipun
ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis
dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.
Analgesik
Rasa nyeri
merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam proses
pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis.
Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen.
Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan
peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6
gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu
menyusui yang mengalami mastitis.
Antibiotik
Jika
gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan
konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika
tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 – 24 jam atau jika ibu tampak sakit
berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan
adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral.
Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih
banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral
lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan
peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi
terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat
lebih dianjurkan klindamisin.
Antibiotik
diberikan paling sedikit selama 10 – 14 hari. Biasanya ibu menghentikan
antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan
risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian
antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur
pada payudara dan vagina.
Pada penelitian
yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik disertai
dengan pengosongan payudara pada mastitis mempercepat penyembuhan bila
dibandingkan dengan pengosongan payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez
dkk. memperlihatkan bahwa pemberian Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus
gasseri mempercepat perbaikan kondisi klinik pada kasus mastitis yang sementara
mendapat antibiotik.
Pemantauan
Respon
klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan
respon klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari
dengan terapi yang adekuat termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis
banding. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi
kuman-kuman yang resisten, adanya abses atau massa padat yang mendasari
terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin.
Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga
menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.
Komplikasi
Penghentian
menyusui dini
Mastitis
dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan
untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan
risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka
konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang
efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat
diperlukan saat ini.
Abses
Abses
merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat
atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan
tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya
abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.
Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang
terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan
aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik.
ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang
diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
Mastitis berulang/kronis
Mastitis
berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat.
Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi
berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi
bakteri diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari)
selama masa menyusui
Infeksi
jamur
Komplikasi
sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida
albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik.
Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang
menjalar di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara
terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati.
Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung kortison
ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi
nistatin oral pada saat yang sama.
2.
KELAINAN PADA
PUTTING SUSU.
Defenisi
Kelainan puting susu adalah keadaan
puting susu tidak normal dimana puting susu yang normal meniliki ciri-ciri khas
dengan bentuk yang silendris, menonjol keluar dari permukaan umum payudara ibu.
Kelainaan puting susu sangat mengganggu aktifitas laktasi.
Pada
sebagian besar ibu kelainan puting susu di sebabkan oleh duktus laktiferus yang
bermuara langsung pada cekungan daerah areola. Puting susu yang mengalami
inverso yang sangat parah harus dilakukan pnarikan menggunakan jari-jari
tangan, tetapi apabila cara ini tidak berhasil maka harus dilakukan penghisapan
menggunakan pompa listrik temporer. Apabila cara ini masih tidak berhasil maka
penghisapan harus di hentikan.
Puting
dengan bentuk dan ukuran yang normal juga dapat mengalami kelainan apabila pada
puting susu terasa nyeri ketika menyusui sehingga mengganggu proses sekresi ASI
hal ini dapat disebaabkan oleh cedera yang timbul saat bayi menghisap puting
susu ibu karena pada puting susu ibu terdapat fisura. Keadaan puting susu yang
seperti inilah yang menjadi tempat yang sangat baik untuk perkembangan kuman piogenik
sehingga harus dilakukan pengobatan topical dan perlindungan puting susu ibu dengan
pelindung puting susu.
Kelainan
pada puting susu harus segera diatasi karena hal ini dapat menggunakan pembrian
ASI ekslusif sehingga harus dilakukan pengosongan payudara secara teratur
menggunakan pompa susu yang tepat hingga lensinya benar-benar sembuh.
Putting
susu terbenam dan cekung sehingga menyulitkan bayi untuk menyusu. Bila tidak
dapat diperbaiki terpaksa air susu dipijat atau dipompa. Luka putting susu,
segera diobati dengan salep dan sementara menunggu sembuh, air susu dipompa.
3. GALAKTOKEL.
Pengertian
Galaktokel merupakan massa berisi susu
yang tersumbat apada duktus laktiferus. Galaktokel dapat terjadi pada ibu
yang baru/ sedang menyusui. Diagnostik bandingnya adalah kista berisi cairan,
fibrioadenoma dan kanker payudara.
Gejala
Terdapat
massa (benjolan) yang nyeri tekan dan padat
Penyebab
Air susu
mengental, sehingga menyumbat lumen ssaluran, hal ini terjadi akibat air susu
jarang dikeluarkan.
Adanya
penekanan saluran air susu dari luar
Ibu
berhenti menyusui
Penggunaan
alat kontrasepsi oral atau galaktorea
Penanganan
Payudara
dikompres dengan air hangat setelah itu bayi disusui
Payudara
dipijat(massage), setelah itu bayi disusui
Bayi
disusui lbh sering
Bayi
disusui mulai dengan payudara yang salurannya tersumbat
4.
KELAINAN
SEKRESI ASI.
Secara alamiah semua ASI akan keluar.
Tuhan tak membedakan satu ibu dengan lainnya. Hanya saja tergantung dari
keyakinan diri ibu sendiri. Jadi, harus dari awal diniatkan dan disiapkan.
Misal, waktu antenatal, payudaranya diurut, putingnya kalau ke dalam ditarik.
Ini bisa dilakukan sejak trimester ketiga kehamilan. Dan mulai lagi setelah
hari ketiga melahirkan.
Jika ASI tak keluar sama sekali, harus
didiskusikan dengan ahli kebidanannya. Bisa karena minumnya kurang banyak atau
makannya, atau ibunya kurang confident karena faktor psikologi juga berpengaruh.
Makin cemas, makin tak keluar ASI-nya. Itu sebab, dalam memberikan ASI harus di
ruangan yang tenang, tak banyak ngobrol, boleh sambil mendengarkan musik
klasik, relaks. Tentu posisi menyusui harus betul: perut bayi bertemu dengan
perut ibu. Tidak asal taruh bayinya karena bisa lecet-lecet puting ibunya.
Manakah yang lebih dianjurkan, memerah
ASI dengan tangan/manual ataukah dengan mesin? Bolehkah bila bayi kelaparan
diberikan air putih?
Memerah dengan mesin hanya soal waktu saja yang lebih cepat dibanding manual.
Pemerahan yang benar dilakukan setelah pemberian ASI secara langsung pada bayi,
sampai terasa payudaranya tak lagi keras dan sudah terasa kosong, tak ada lagi
yang keluar. Jadi, kalau, misal, kosongnya 200 cc, maka produksinya pun akan
sebanyak itu pula.
Anak bayi itu mirip dengan anak usia
setahun, perutnya kosong setelah 4-6 jam. Jadi kalau bayinya tidur tak perlu
dibangunkan untuk diberikan ASI. Pemberian ASI secara langsung tak bisa diukur
jumlahnya. Ukurannya cukup bila BB-nya bertambah sesuai yang diharapkan.
Pemberian air putih hanya untuk membilas sehabis menyusu, sebanyak 2-3 sendok
atau sekitar 15 cc. Air putih tak bisa mengenyangkan bayi, tapi bikin kembung.
Kenyang diperoleh dari kalori.
Penghambat
produksi ASI
o
Feedback
inhibitor :
Suatu faktor lokal, bila saluran ASI
penuh mengirim impuls untuk mengurangi produksi.
Cara mengatasi : saluran dikosongkan secara teratur (ASI eksklusif dan tanpa
jadwal).
o
Stress
/ rasa sakit : akan menghambat atau inhibisi pengeluaran oksitosin. Misalnya
pada saat Sinus laktiferus penuh/payudara sudah bengkak
o
Penyapihan
REFLEK EJEKSI ASI
Keluarnya ASI terjadi akibat
kontraksi sel mioepitelial dari alveolus dan ductuli (gambar atas) yang
berlangsung akibat adanya reflek ejeksi ASI ( let-down reflex ).
Reflek ejeksi ASI diawali hisapan
oleh bayi → hipotalamus → hipofisis mengeluarkan oksitosin kedalam sirkulasi
darah ibu ( gambar atas)
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi sel mioepitelial dan ASI disalurkan
kedalam alveoli dan ductuli → ductus yang lebih besar → penampungan subareolar.
Oksitosin mencegah keluarnya dopamin
dari hipotalamus sehingga produksi ASI dapat berlanjut.Emosi negatif dan faktor
fisik dapat mengurangi reflek ejeksi ASI, tugas perawatan pasca persalinan
antara lain meliputi usaha untuk meningkatkan keyakinan seorang ibu bahwa dia
mampu untuk memberikan ASI kepada bayinya.
Pernyataan bersama antara WHO dan UNICEF yang dipublikaskan tahun 1989 dibawah
memperlihatkan dukungan apa yang diperlukan bagi keberhasilan laktasi.
Stress
menyebabkan gangguan sekresi ASI
Umumnya,
setelah melahirkan, sebagian ibu mengkhawatirkan sedikitnya produksi ASI.
Sebaiknya, jika hal ini terjadi jangan panik dan menyerah. Pentingnya stimulasi
dari keluarga khususnya suami agar seorang ibu dapat memberikan ASI sebagai
makanan terbaik dan alami untuk sang bayi.
Persoalannya,
orangtua sudah lebih dahulu menyerah dengan mengatakan payudara tidak bisa
menghasilkan ASI, bahkan mempersoalkan ukuran payudara sebagai penyebab ASI
tidak bisa diproduksi. Semua bentuk dan ukuran payudara bisa menyusui, tegas
Dibha. ASI juga sudah mulai diproduksi sebelum bayi lahir, dan sudah dihasilkan
saat masa persalinan.
Lambung
bayi pada masa ini juga masih kecil, dan hanya bisa menampung 5-7 mililiter
susu. Volume ASI akan terus meningkat paska melahirkan. Tentunya jika
distimulasi dengan isapan bayi. Pada kondisi tertentu, seperti bayi lahir
prematur, Anda bisa memerah ASI dan meminumkannya ke bayi dengan cara yang
tepat.
Penting juga untuk dipahami orangtua, bahwa ASI takkan pernah habis. Dari
maksimal isapan bayi, hanya 60-70 persen saja ASI yang dikeluarkan. Hormon
prolaktin, yakni hormon untuk memproduksi ASI juga bisa distimulasi, dengan
terus-menerus menyusui. Begitupun dengan hormon oksitosin. Hormon inilah yang
berfungsi mengalirkan ASI.
5.
PENGHENTIAN
LAKTASI.
Kadang
kala keperluan untuk mengusahakan agar laktasi tidak diadakan atau dihentikan,
misalnya apabila bayi lahir mati, apabila bayi yang sudah menyusui meninggal,
atau apabila ibu oleh salah satu sebab tidak dapat atau tidak mau menyusui
bayinya.
Cara
Penghentian Laktasi :
-
Secara
alamiah kebanyakan dilakukan oleh para ibu, yaitu dengan mengikat dada. Hal ini
akan menimbulkan rasa nyeri (50%) dan bengkak serta keras (15%).
-
Pemberian
obat-obatan :
a.
Tablet
parlodel peroral
b.
Injeksi
intramuscular ablakon
c.
Suntikan
estradiol valerat 10 mg.
Pada
pemberian estrogen harus hati-hati karena dianggap sebagai predisposisi untuk
terjadinya tromboembolisme. Kadang-kadang setelah pemberian estrogen dihentikan
dapat terjadi perdarahan rahim (withdrawal bleeding).