Laman

Minggu, 05 Mei 2013

KOMPLIKASI NIFAS


A.    INFEKSI PUERPURALIES.
1.      Pengertian
·         Infeksi puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas.
·         Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa nifas.
·         Infeksi puerperalis adalah infeksi peradangan pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 380 C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama 2 (dua) hari

2.       Etiologi
       Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksugen, autogen danendogen. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah strepto coccus dan anaerop yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir :
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi puerperalis antara lain :
o Streptococcus haematilicus aerobic
o Staphylococcus aurelis
o Escherichia coli
o Clostridium welchii

3.      Faktor Predisposisi
       Faktor-faktor predisposisi infeksi puerperalis, diantaranya :
o   Persalinan yang berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar
o   Tindakan operasi persalinan
o   Tertinggalnya plasenta selaput ketubahn dan bekuan darah
o   Ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi enam jam
o   keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan antpartum dan postpartum, anemia pada saat kehamilan, malnutrisi, kelelahan dan ibu hamil dengan penyakit infeksi seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
  
4.       Mekanisme terjadinya infeksi puerperalis
       Terjadinya infeksi puerperalis adalah sebagai berikut :
o   Manipulasi penolong, terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam alat yang dipakai kurang suci hama
o   Infeksi yang didapat dirumah sakit (nosakomial)
o   Hubungan seks menjelang persalinan
o   Sudah terdapat infeksi intrapartum : persalinan lama terlancar ketuban pecah lebih dari enam jam terdapat pusat infeksi dalam tubuh.

5.       Infeksi yang terlukalisir di jalan lahir
       Biasanya terdapat pada tempat-tempat perlukaan jalan lahir karena tindakan persalinan dan pada bekas implantasi plasenta.
o   Vulvitis, luka bekas episotomi atau robekan perbium yang kena infeksi. Jaringan sekitar luka membengkak, tepi luka meraih dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus
o   Vaginatis : luka karena tindakan persalinan terinfeksi, permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus
o   Servisitis : infeksi pada serviks agar dalam dapat menjalar ke ligamentum dan parametrium
o   Endometritis : infeksi terjadi pada tempat insersi plasenta dan dalam waktu singkat dapat mengenai seluruh endometrium
o   Peritonitis
Terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapatjuga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-oofaritis dan seliltis pelvika, infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh linfe didalam uterus langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peronitis
o   Septikomeia dan piemia
Keduanya merupakan infeksi berat.
pada septikemia :
§  Dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah
§  Sampai 3 hari post partum suhu menigkat dengan cepat biasanya disertai menggigil, suhunya berkisar 39-400 C
§  Nadi meningkat / menjadi cepat (140-160 x / menit atau lebih)
Sedangkan pada piemia :
§  Penderita tidak lama post partum sudah merasa sakit
§  suhu agak meningkat (350 C)
§  Perut nyeri
§  Infeksi ini disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat pathogen biasanya streiptoccocus haeomlyticus golongan A. infeksi ini merupakan 50 % dari semua kematian karena infeksi nifas.
§  Pada septicemia kuman-kuman dari sarangnya diuterus, langsung masuk ke dalam peredaran darah umum dan menyebabkan ifeksi. Pada plemia terdapat dahulu trombofelbitis ini menjalar ke venauterina, venatupogastrika dan / atau vena onari (tromboflebitis pelvika)
·         Parametritis (sellulitis pelivika)
Parametritis adalah infeksi jaringan ikat pelvis yang daoat teradi melalui beberapa jalan :
§  Dari servisitis atau endometritis dan tersebar melalui pembuluh limfe
§  Langsung meluas dari servisitis kesadasar ligamentum sampai ke parametritis
§  Penyeberangan sekunder dari tromboflebitis pelvika
o   Salfingitis
Salfingitis adalah perdangan dari adneksa terdiri atas salfingitis akut dan kronik kadang-kadang walaupun jarang infeksi menjalin ketuba fallopi, malahan ke ovarium.

6.      Pencegahan
       Pencegahan yang dapat dilakukan dalam upaya menurunkan infeksi puerperalis sebagai berikut :
o   Pencegahan pada waktu hamil
-          Meningkatkan keadaan umum penderita
-          Mengurangi faktor predisposisi infeksi kala nifas
o   Saat persalinan
-          Perlukan dikurangi sebanyak mungkin
-          Perlukaan yang terjadi perdarahan post partum
-          Mencegah terjadi perdarahan post partum
-          Kurang melakukan pemeriksaan dalam
-          Hindari persalinan yang berlangsung lama
o   Kala nifas
-          Lakukan mobiliasi dini sehingga darah lokia keluar dengan lancar
-          Perlukaan dirawat dengan baik
-          Rawat gabung dengan isolasi untuk mengurangi infeksi nosokomial
   
7.       Pengobatan Infeksi Kala Nifas
·         Sebaliknya segera dilakukan pengambilan (kultur) dari secret vagina, luka operasi dan darah serta uji kepakaian untuk mendapatkan antibiotiika yang tepat dalam pengobatan
·         Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat
·         Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotikan spectrum luas (broad spectrum) menunggu hasil laboratorium
·         Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita infus atau tranfusi diberikan perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang dijumpai

B.     KELAINAN PADA MAMMAE.
1.      MASTITIS.
Definisi
Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi. Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau karena payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi. Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut:
·         Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC
·         Menggigil
·         Nyeri atau ngilu seluruh tubuh
·         Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
·         Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asin
·         Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain:
1.      Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
2.      Puting lecet.
Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
3.      Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
4.      Pengosongan payudara yang tidak sempurna
5.      Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
6.      Ibu atau bayi sakit.
7.      Frenulum pendek.
8.      Produksi ASI yang terlalu banyak.
9.      Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
10.  Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada mobil.
11.  Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan lain-lain.
12.  Penggunaan krim pada puting.
13.  Ibu stres atau kelelahan.
14.  Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.

Pencegahan
       Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 – 4 jam dengan cara memerah dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.
       Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat, meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.
       Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal lainnya.
       Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan.
       Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan.

Pemeriksaan penunjang
       Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:
·         pengobatan dengan antibiotik tidak -- memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari
·         terjadi mastitis berulang
·         mastitis terjadi di rumah sakit
·         penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.

Tata laksana
       Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.
       Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.
       Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada kenyamanan ibu.
       Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung.

Penggunaan obat-obatan
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.
Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.
Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 – 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan klindamisin.
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 – 14 hari. Biasanya ibu menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina.
Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik disertai dengan pengosongan payudara pada mastitis mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan pengosongan payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan bahwa pemberian Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus gasseri mempercepat perbaikan kondisi klinik pada kasus mastitis yang sementara mendapat antibiotik.
Pemantauan
Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan respon klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi yang adekuat termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten, adanya abses atau massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.

Komplikasi
Penghentian menyusui dini
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini.
Abses
Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.

Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui
Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

2.      KELAINAN PADA PUTTING SUSU.
Defenisi
      Kelainan puting susu adalah keadaan puting susu tidak normal dimana puting susu yang normal meniliki ciri-ciri khas dengan bentuk yang silendris, menonjol keluar dari permukaan umum payudara ibu. Kelainaan puting susu sangat mengganggu aktifitas laktasi.

Pada sebagian besar ibu kelainan puting susu di sebabkan oleh duktus laktiferus yang bermuara langsung pada cekungan daerah areola. Puting susu yang mengalami inverso yang sangat parah harus dilakukan pnarikan menggunakan jari-jari tangan, tetapi apabila cara ini tidak berhasil maka harus dilakukan penghisapan menggunakan pompa listrik temporer. Apabila cara ini masih tidak berhasil maka penghisapan harus di hentikan.

Puting dengan bentuk dan ukuran yang normal juga dapat mengalami kelainan apabila pada puting susu terasa nyeri ketika menyusui sehingga mengganggu proses sekresi ASI hal ini dapat disebaabkan oleh cedera yang timbul saat bayi menghisap puting susu ibu karena pada puting susu ibu terdapat fisura. Keadaan puting susu yang seperti inilah yang menjadi tempat yang sangat baik untuk perkembangan kuman piogenik sehingga harus dilakukan pengobatan topical  dan perlindungan puting susu ibu dengan pelindung puting susu.

Kelainan pada puting susu harus segera diatasi karena hal ini dapat menggunakan pembrian ASI ekslusif sehingga harus dilakukan pengosongan payudara secara teratur menggunakan pompa susu yang tepat hingga lensinya benar-benar sembuh.
Putting susu terbenam dan cekung sehingga menyulitkan bayi untuk menyusu. Bila tidak dapat diperbaiki terpaksa air susu dipijat atau dipompa. Luka putting susu, segera diobati dengan salep dan sementara menunggu sembuh, air susu dipompa.

3.      GALAKTOKEL.
::galaktokel::Pengertian
       Galaktokel merupakan massa berisi susu yang tersumbat apada duktus laktiferus. Galaktokel dapat terjadi  pada ibu yang baru/ sedang menyusui. Diagnostik bandingnya adalah kista berisi cairan, fibrioadenoma dan kanker payudara.

Gejala
Terdapat massa (benjolan) yang nyeri tekan dan padat
  
Penyebab
Air susu mengental, sehingga menyumbat lumen ssaluran, hal ini terjadi akibat air susu jarang dikeluarkan.
Adanya penekanan saluran air susu dari luar
Ibu berhenti menyusui
Penggunaan alat kontrasepsi oral atau galaktorea

Penanganan
Payudara dikompres dengan air hangat setelah itu bayi disusui
Payudara dipijat(massage), setelah itu bayi disusui
Bayi disusui lbh sering
Bayi disusui mulai dengan payudara yang salurannya tersumbat

4.      KELAINAN SEKRESI ASI.
       Secara alamiah semua ASI akan keluar. Tuhan tak membedakan satu ibu dengan lainnya. Hanya saja tergantung dari keyakinan diri ibu sendiri. Jadi, harus dari awal diniatkan dan disiapkan. Misal, waktu antenatal, payudaranya diurut, putingnya kalau ke dalam ditarik. Ini bisa dilakukan sejak trimester ketiga kehamilan. Dan mulai lagi setelah hari ketiga melahirkan.
       Jika ASI tak keluar sama sekali, harus didiskusikan dengan ahli kebidanannya. Bisa karena minumnya kurang banyak atau makannya, atau ibunya kurang confident karena faktor psikologi juga berpengaruh. Makin cemas, makin tak keluar ASI-nya. Itu sebab, dalam memberikan ASI harus di ruangan yang tenang, tak banyak ngobrol, boleh sambil mendengarkan musik klasik, relaks. Tentu posisi menyusui harus betul: perut bayi bertemu dengan perut ibu. Tidak asal taruh bayinya karena bisa lecet-lecet puting ibunya.
       Manakah yang lebih dianjurkan, memerah ASI dengan tangan/manual ataukah dengan mesin? Bolehkah bila bayi kelaparan diberikan air putih?
Memerah dengan mesin hanya soal waktu saja yang lebih cepat dibanding manual. Pemerahan yang benar dilakukan setelah pemberian ASI secara langsung pada bayi, sampai terasa payudaranya tak lagi keras dan sudah terasa kosong, tak ada lagi yang keluar. Jadi, kalau, misal, kosongnya 200 cc, maka produksinya pun akan sebanyak itu pula.
       Anak bayi itu mirip dengan anak usia setahun, perutnya kosong setelah 4-6 jam. Jadi kalau bayinya tidur tak perlu dibangunkan untuk diberikan ASI. Pemberian ASI secara langsung tak bisa diukur jumlahnya. Ukurannya cukup bila BB-nya bertambah sesuai yang diharapkan.
Pemberian air putih hanya untuk membilas sehabis menyusu, sebanyak 2-3 sendok atau sekitar 15 cc. Air putih tak bisa mengenyangkan bayi, tapi bikin kembung. Kenyang diperoleh dari kalori.

Penghambat produksi ASI
o   Feedback inhibitor :
Suatu faktor lokal, bila saluran ASI penuh mengirim impuls untuk mengurangi produksi.
Cara mengatasi : saluran dikosongkan secara teratur (ASI eksklusif dan tanpa jadwal).
o   Stress / rasa sakit : akan menghambat atau inhibisi pengeluaran oksitosin. Misalnya pada saat Sinus laktiferus penuh/payudara sudah bengkak
o   Penyapihan

imageREFLEK EJEKSI ASI
Keluarnya ASI terjadi akibat kontraksi sel mioepitelial dari alveolus dan ductuli (gambar atas) yang berlangsung akibat adanya reflek ejeksi ASI ( let-down reflex ).
Reflek ejeksi ASI diawali hisapan oleh bayi → hipotalamus → hipofisis mengeluarkan oksitosin kedalam sirkulasi darah ibu ( gambar atas)
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi sel mioepitelial dan ASI disalurkan kedalam alveoli dan ductuli → ductus yang lebih besar → penampungan subareolar.
Oksitosin mencegah keluarnya dopamin dari hipotalamus sehingga produksi ASI dapat berlanjut.Emosi negatif dan faktor fisik dapat mengurangi reflek ejeksi ASI, tugas perawatan pasca persalinan antara lain meliputi usaha untuk meningkatkan keyakinan seorang ibu bahwa dia mampu untuk memberikan ASI kepada bayinya.
Pernyataan bersama antara WHO dan UNICEF yang dipublikaskan tahun 1989 dibawah memperlihatkan dukungan apa yang diperlukan bagi keberhasilan laktasi.
Stress menyebabkan gangguan sekresi ASI
Umumnya, setelah melahirkan, sebagian ibu mengkhawatirkan sedikitnya produksi ASI. Sebaiknya, jika hal ini terjadi jangan panik dan menyerah. Pentingnya stimulasi dari keluarga khususnya suami agar seorang ibu dapat memberikan ASI sebagai makanan terbaik dan alami untuk sang bayi.
Persoalannya, orangtua sudah lebih dahulu menyerah dengan mengatakan payudara tidak bisa menghasilkan ASI, bahkan mempersoalkan ukuran payudara sebagai penyebab ASI tidak bisa diproduksi. Semua bentuk dan ukuran payudara bisa menyusui, tegas Dibha. ASI juga sudah mulai diproduksi sebelum bayi lahir, dan sudah dihasilkan saat masa persalinan.
Lambung bayi pada masa ini juga masih kecil, dan hanya bisa menampung 5-7 mililiter susu. Volume ASI akan terus meningkat paska melahirkan. Tentunya jika distimulasi dengan isapan bayi. Pada kondisi tertentu, seperti bayi lahir prematur, Anda bisa memerah ASI dan meminumkannya ke bayi dengan cara yang tepat.
Penting juga untuk dipahami orangtua, bahwa ASI takkan pernah habis. Dari maksimal isapan bayi, hanya 60-70 persen saja ASI yang dikeluarkan. Hormon prolaktin, yakni hormon untuk memproduksi ASI juga bisa distimulasi, dengan terus-menerus menyusui. Begitupun dengan hormon oksitosin. Hormon inilah yang berfungsi mengalirkan ASI.

5.      PENGHENTIAN LAKTASI.
Kadang kala keperluan untuk mengusahakan agar laktasi tidak diadakan atau dihentikan, misalnya apabila bayi lahir mati, apabila bayi yang sudah menyusui meninggal, atau apabila ibu oleh salah satu sebab tidak dapat atau tidak mau menyusui bayinya.
  
Cara Penghentian Laktasi :
-          Secara alamiah kebanyakan dilakukan oleh para ibu, yaitu dengan mengikat dada. Hal ini akan menimbulkan rasa nyeri (50%) dan bengkak serta keras (15%).
-          Pemberian obat-obatan :
a.       Tablet parlodel peroral
b.      Injeksi intramuscular ablakon
c.       Suntikan estradiol valerat 10 mg.

Pada pemberian estrogen harus hati-hati karena dianggap sebagai predisposisi untuk terjadinya tromboembolisme. Kadang-kadang setelah pemberian estrogen dihentikan dapat terjadi perdarahan rahim (withdrawal bleeding).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar