Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat
disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis.2
Asfiksia neonatorum
adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernapas secara spontan dan teratur sehingga dapat
menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut.4
Asfiksia
neonatorum
ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan
teratur setelah lahir. 8
Asfiksia
neonatorum
adalah keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah dilahirkan.8
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir.9
Asfiksia
neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir ditandai dengan keadaan
PaO2 didalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (PaCO2 meningkat)
dan asidosis.10
Dari beberapa sumber refrensi diatas maka penulis dapat menarik satu
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan asfiksia neonatorum
adalah suatu keadaan atau kondisi dimana bayi yang baru
dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir dan dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis.
Klasifikasi asfiksia
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR, yaitu ;5
(1)
Asfiksia
berat
Dimana
nilai APGAR 0-3 dan memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian
oksigen terkendali.
(2)
Asfiksia
ringan sedang
Dimana
nilai APGAR 4-6 dan memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi
dapat bernafas normal kembali.
(3) Bayi normal atau sedikit asfiksia, dengan nilai APGAR 7-9
(4)
Bayi normal dengan nilai APGAR 10.
Sedangkan berdasarkan jenisnya di bagi
menjadi 2 yaitu :
4
(1) Asfiksia livida (biru)
(2) Asfiksia pallida (putih)
Diagnosis 4,5
(1)
Intra uteri (di dalam uterus)
a. Djj irreguler dan frekuensinya lebih dari 160 atau kurang
dari 100 kali permenit, terjadinya gawat janin menimbulkan perubahan denyut
jantung janin.
b. Mekonium dalam air ketuban
Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukan gawat
janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat
dan sfingter ani terbuka.
c. Analisa air ketuban/amnioskopi
(2)
Setelah bayi lahir 5
a.
Bayi tampak pucat dan kebiru – biruan serta tidak bernafas
b.
Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik seperti
kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/tidak menangis.
4.
Tanda dan gejala
(1) Gangguan atau kesulitan pada waktu lahir
(2) Air ketuban bercampur mekonium
(3) Bayi tidak bernafas atau napas
megap-megap (gasping)
(4) Frekuensi jantung menurun yaitu dari 100x/menit
(5) Tekanan darah menurun
(6) Kulit sianosis
atau pucat
(7) Bayi tampak lemas atau flaksid (tonus
otot sangat berkurang)
(8) Gangguan metabolisme paling akhir adalah
jantung sampai berhenti sama sekali yang diikuti kematian.
(9) Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
(10) Warna kulit kebiruan
(11) Terjadi kejang
(12) Penurunan kesadaran pada bayi
Etiologi
Beberapa
kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen
ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia
bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi
asfiksia bayi baru lahir.1
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab
terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini:2
(1) Faktor ibu
a.
Preeklampsia dan eklampsia
b.
Pendarahan abnormal (plasenta previa
atau solusio plasenta)
c.
Partus lama atau partus macet, sehingga
menyebabkan kekurangan O2
d.
Demam selama persalinan Infeksi
berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e.
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42
minggu kehamilan)
(2) Faktor Tali Pusat
a. Lilitan
tali pusat
b. Tali
pusat pendek
c. Simpul
tali pusat
d. Prolapsus
tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul
(3) Faktor Bayi
a.
Bayi prematur (sebelum 37 minggu
kehamilan)
b.
Persalinan dengan tindakan
(sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c.
Kelainan bawaan (kongenital)
d.
Air ketuban bercampur mekonium
(warna kehijauan)
Penolong
persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan
asfiksia. Apabila ditemukan adanya
faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan
keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi,
adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong)
tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap
terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi
pada setiap pertolongan persalinan.2
Komplikasi
Komplikasi
yang muncul pada asfiksia neonatorum antara lain :2
(1)
Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita
asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi
renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini
akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya
edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
(2)
Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah
disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan
sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ
seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
(3) Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut
karena perfusi jaringan tak efektif.
(4) Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani
akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan
pada otak.
Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar
CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus
vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan
O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus
sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan
mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. 5
Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang. Apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah
bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah
dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian
tidak dimulai segera.1
Gambaran klinis 5
(1)
Asfiksia livida
Pada asfiksia livida
warna kulit menjadi kebiru-biruan, tonus oto masih baik, reaksi rangsangan
positif, bunyi jantung masih teratur dan prognosis lebih baik.
(2)
Asfiksia
pallida (putih)
Pada asfikisa
pallida warna kulit menjadi pucat, tonus otot sudah mulai berkurang, reaksi
rangsangan negatif, bunyi jantung tidak
teratur lagi, dan prognosis sudah jelek.
Penatalaksanaan
Tindakan
untuk mengatasi asfiksia disebut
resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup bayi.8
Tindakan
resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan yang disebut ABC resusitasi
sebagai berikut :8
A)
Memfokuskan saluran nafas terbuka
(1)
Meletakkan
bayi dalam posisi kepala ekstensi
(2)
Menghisap
hidung dan mulut bila perlu trachea
(3)
Bila
perlu masukan endotrakhea untuk memastikan pernapasan terbuka.
B)
Memulai pernafasan
(1)
Melakukan
rangsangan taktil untuk memulai pernafasan
(2)
Memakai
ventilasi tekanan positif seperti sungkup dan balon atau pipa endotrakhea dan
balon.
C)
Mempertahankan
sirkulasi darah
Rangasangan dan
pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.
Prognosis
Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan
luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya
menderita cacat mental seperti epilepsi dan pada bodoh pada masa mendatang.
Penanganan
(1) Asfiksia
ringan
Penanganannya
sebagai berikut:15
(1) Bayi dibungkus dengan kain hangat
(2) Bersihkan jalan nafas dengan mengisap
lendir pada hidung kemudian mulut
(3) Bersihkan badan dan tali pusat
(4) Lakukan observasi tanda vital, pantau
APGAR skor, dan masukkan ke dalam inkubator dengan suhu 35oC
(2) Asfiksia
Sedang
Penanganannya
sebagai berikut:15
(1)
Bersihkan
jalan nafas
(2)
Berikan
oksigen 2 liter per menit
(3)
Rangsang
pernafasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila ada reaksi, bantu pernafasan
dengan masker ( amubag).
(3) Asfiksia
berat
Penanganannya
sebagi berikut: 15
(1) Bersihkan jalan nafas sambil pompa
melalui ambubag.
(2) Berikan oksigen 4-5 liter per menit
(3) Bila tidak berhasil,lakukan pemasangan
ETT (Endotracheal Tube )
(4) Bersihkan jalan nafas melalui ETT (Endotracheal Tube )
(5) Apabila bayi sudah mulai bernafas tetapi
masih sianosis berikan natriun bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. selanjutnya
berikan dextrose 405 sebanyak 4 cc.