Laman

Sabtu, 18 Februari 2012

MOLAHIDATIDOSA


1)      Pengertian
     Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal / kehamilan yang berkembang dengan tidak wajar dimana terdapat penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korealis mengalami perubahan hidrofik sehingga berupa buah anggur dengan  mengandung banyak cairan  dan hormon yang bersifat jinak dan neoplastik/ganas. Pada kehamilan molahidatidosa terjadi pembesaran perut yang lebih cepat tanpa terdapat janin dalam rahim serta dapat terjadi perdarahan.7 – 13
2)      Klasifikasi
Pengklasifikasian molahidatidosa di dasarkan ada tidaknya jaringan dalam uterus. Pengklasifikasian tersebut adalah :
(1)   Molahidatidosa komplit (MHK)
     Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korealisnya mengalami degenerasi hidropik. Secara makroskopik ditandai dengan gelembung – gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan  jernih dengan ukuran yang bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 – 2 centimeter.
     Massa tersebut dapat tumbuh besar sehingga memenuhi uterus. Gambaran histologik memperlihatkan:
a.       Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma villus.
b.      Tidak ada pembuluh darah dalam vili yang membengkak.
c.       Proliferasi epitel trofoblas hingga mencapai derajat yang beragam.
d.      Tidak ditemukan janin dan amnion. 
(2)   Molahidatidosa parsial (MHP)
     Merupakan keadaan dimana perubahan molahidatidosa bersifat lokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion, umumnya janin mati pada bulan pertama. Secara makroskopis tanpa gelembung molahidatidosa yang disertai janin atau bagian dari janin. Pada gambaran histologi tampak bagian vili yang avaskuler, terjadi pembengkakan molahidatidosa yang berjalan lambat, sementara vili yang vaskuler dari sirkulasi daerah fetus. Plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan.1, 14
3)      Epidemiologi
(1)   Frekuensi di Amerika Serikat
Pada Negara – Negara Barat (Western countries), di temukan     molahidatidosa 1 dari 1000 kehamilan. Molahidatidosa ditemukan secara kebetulan (incidental finding) pada sekitar 1 dari 600 kasus therapeutic abortions.
(2)   Frekuensi secara internasional
     Di Asia, rata – rata kehamilan dengan molahidatidosa (molar pregnancies) sebanyak 15 kali lebih tinggi dari pada di Amerika Serikat. Jepang telah melaporkan rata – rata 2 kasus dari 1000 kehamilan. Di Asia Timur (fart East) beberapa sumber memperkirakan rata – rata 1 kasus dari 120 kehamilan. Frekuensi tertinggi dari kehamilan dengan molahidatidosa (molar gestations) terlihat di Meksiko, Iran dan Indonesia.
(3)   Mortalitas/morbiditas
     Diantara pasien molahidatidosa, 20% berkembang menjadi keganasan trofoblas (trofoblastic malignancy). Setelah molahidatidosa lengkap berkembang, invasi uterus terjadi pada 15% pasien, dan metastasis         terjadi pada 4% pasien. Tidak ada kasus choriocarcinoma yang dilaporkan setelah mola parsial, meskipun sebanyak 4% pasien dengan mola parsial berkembang menjadi persistent nonmetastatic trophoblastic disease yang memerlukan kemoterapi.
(4)   Ras
Insiden kehamilan molahidatidosa bervariasi diantara etnis berbagai bangsa dan yang tertinggi terdapat di beberapa Negara di Amerika Latin, dan middle and Far East.
(5)   Jenis kelamin
Molahidatidosa merupakan penyakit kehamilan dan karena itu hanya di temukan pada wanita.
(6)   Usia
     Molahidatidosa lebih sering dijumpai pada usia reproduktif. Wanita berusia 13 – 19 tahun (teenage) atau usia perimenapause adalah risiko tertinggi terkena molahidatidosa. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun berisiko 2 kali lebih tinggi terkena molahidatidosa. Terlebih lagi jika usianya lebih dari 40 tahun, maka risiko terkena molahidatidosa meningkat menjadi 7 kali lipat dibandingkan wanita yang berusia lebih muda. 3
4)      Etiologi
     Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad ke enam, tetapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah dianjurkan, misalnya teori infeksi, defisiensi makanan, terutama protein tinggi, teori kebangsaan, dan ada pula teori consanguinity. Teori yamg paling cocok dengan keadaan ini adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dari golongan sosio ekonomi rendah. Akhir – akhir ini dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23 X (haploid) kromosom, kemudian membelah menjadi 46 XX, sehingga molahidatidosa bersifat homozigote, wanita dan androgenesis.
     Secara ringkas faktor – faktor yang dapat menyebabkan terjadinya molahidatidosa antara lain adalah:
(1) Faktor ovum
Ovum yang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan dan penggunaan obat-obatan stimulasi ovarium.
(2) Faktor gizi (defisiensi protein, asam folat, histidin, dan beta karoten).
Sesuai dengan fungsi gizi khususnya protein yaitu untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil dapat menyebabkan gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot – jonjot korion berupa molahidatidosa.
(3) Gangguan pada desidua.
Perdarahan pada pervagina, merupakan gejala klinik yang paling sering pada molahidatidosa komplit. Jaringan molahidatidosa terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan yang dapat menimbulkan anemia, syok, atau kematian.
(4) Riwayat obstetri
a.       Mola sempurna.
Persentase klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna telah berubah dengan di temukannya ultrasonography resolusi tinggi. Kebanyakan molahidatidosa sekarang dapat di diagnosis pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul.
b.      Mola parsial.
Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan abortus inkomplit atau missed abortion.
(5) Immunoselektif dari trofoblas.
Yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stroma vili menjadi jarang dan stroma vili menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel – sel trofoblas.
(6) Abnormalitas kromosom
(7) Adanya infeksi virus / toksoplasmosis. 3 – 15
5)      Faktor Risiko
Walaupun etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti, tetapi telah lama disadari bahwa penderita penyakit ini mempunyai faktor risiko terentu. Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada :
(1)   Golongan sosio ekonomi rendah.
Kejadian penyakit trofoblas di Asia jauh lebih tinggi di bandingkan Negara maju. Hal ini terjadi karena kekurangan protein dalam makanan, kekurangan vitamin dalam makanan, dan secara keseluruhan kekurangan energi yang dikandung dan diperlukan tubuh untuk tumbuh-kembangnya. Dengan demikian penyakit trofoblas sebagian besar terjadi pada golongan sosial-ekonomi yang rendah.
(2)   Usia saat hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
Menjelang awal atau akhir reproduksi seorang wanita terdapat frekuensi molahidatidosa yang relatif tinggi dalam kehamilan. Efek usia yang paling menonjol terlihat pada wanita yang umurnya melebihi 45 tahun, yaitu frekuensi relatif kelainan tersebut 10 kali lebih besar dibandingkan pada     usia 20 sampai 40 tahun.
(3)   Paritas tinggi.
Ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada kehamilan berikutnya, sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang menjadi molahidatidosa. 1, 3, 10, 15
6)      Patogenesis
Ada beberapa teori yang diajukan menerangkan patogenesis dari penyakit molahidatidosa :
(1)   Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu (missed abortion). Karena itu terjadi gangguan peredaran darah, sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili dan akhirnya terbentuklah gelembung – gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah disebabakan kekurangan   gizi berupa asam folat dan histidin pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini kemudian menyebabkan gangguan dalam angiogenesis 
(2)   Teori neoplasma dari Park
Yang abnormal adalah sel – sel trofoblas yang mempunyai fungsi abnormal pula, dimana terjadi resorbsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan  kematian mudigah.1
7)      Gambaran klinis
Dapat terbagi dalam 3 bagian, yaitu :
(1) Keluhan utama
Pada pasien amenorhea terdapat perdarahan kadang – kadang sedikit, kadang banyak, karena perdarahan tersebut biasanya pasien anemis.
(2) Perubahan yang menyertai :
a.       Pada pemeriksaan fisik, kehamilan mola komplit di dapatkan umur kehamilan  yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang eksesif  dan tertahannya darah dalam uterus.
b.      Hyperemesis lebih sering terjadi, dan biasanya lebih berat
c.       Tidak ada tanda gerakan janin melainkan keluarnya vesikel – vesikel seperti anggur yang di awali keluarnya sekret yang kontinue dan intermiten, tidak ada balottemen pada palpasi, tidak ada bunyi jantung janin pada ultrasonografi dan tidak tampak kerangka janin pada rontgen foto.
Pada mola parsialis (keadaan yang jarang terjadi) dapat ditemukanjanin.
d.      Kadar hormon choriogonadotropin (HCG) tinggi pada urin dan darah.
(3)   Adanya penyulit :
a.       Mungkin timbul preeklamsi  atau eklamsi.
Ditemukan gejala preeklamsia (27% kasus) dengan karakteristik gejala tekanan darah tinggi dan edema dengan hipereflaksia. Biasanya jika terjadi sebelum minggu ke 24 menunjukkan kearah molahidatidosa.
b.      Akhir – akhir ini ditemukan adanya gejala tirotoksikosis.
     Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan molahidatidosa sering meningkat, tetapi jarang menyebabkan gejala klinis hipertiroidisme. Peningkatan tiroksin plasma disebabkan oleh estrogen, seperti pada kehamilan normal, yang kadar tiroksin bebasnya tidak meningkat. Tiroksin bebas dalam serum meningkat akibat efek gonadotropin korionik atau varian – variannya yang mirip tirotropin.
     Molahidatidosa yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.
c.       Emboli sel ke paru – paru.
Pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah  kemudian ke paru – paru tanpa memberikan gejala apa – apa. Tetapi pada molahidatidosa kadang – kadang jumlah sel trofoblas ini demikian   banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru – paru akut yang bisa menyebabkan kematian.
d.      Kista theca lutein (kista ovarium yang diameternya berukuran >6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium).
Umumnya kista ini segera menghilang setelah jaringan molahidatidosa dikeluarkan, tetapi ada juga kasus – kasus di mana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Dengan pemeriksaan klinis insidensi kista lutein kurang lebih 10,2%, tetapi bila menggunakan ultrasonografi angkanya meningkat sampai 50%. Kasus molahidatidosa dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi  keganasan di kemudian hari dari pada kasus – kasus tanpa kista.1, 8, 14, 16, 17
8)      Pemeriksaan Penunjang.
(1)   Pemeriksaan radiologis atau rontgen.
Tidak terlihat gambaran tulang janin/rangka tulang (pada kehamilan 3 – 4 bulan). Yang terlihat justru gambaran mirip sarang lebah (honeycomb) atau gambaran mirip badai salju (snow storm).
(2)   Pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Merupakan pemeriksaan standar untuk mengidentifikasi kehamilan molahidatidosa. Ditemukan gambaran mirip badai salju (snow storm) yang mengindikasikan khoriales yang hidropik dan tidak adanya gambaran yang menunjukkan denyut jantung janin. Bila ditegakkan diagnosis  molahidatidosa, maka pemeriksaan rontgen paru harus di lakukan untuk melihat penyebaran ke paru – paru, karena paru – paru merupakan tempat metastasis pertama bagi PTG (Penyakit Trofoblas Ganas).
(3)   Pemeriksaan doopler.
Denyut jantung janin tidak terdengar.
(4)   Pemeriksaan laboratorium:
a.       Kadar ßHCG cenderung meningkat dan bertambah kuat (lebih tinggi dari kadar kehamilan normal) terutama pada trimester I.
b.      Hemoglobin, hematokrit, eritrosit menurun. Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi disertai dengan kecenderungan terjadinya koagulopati, sehingga pemeriksaan darah lengkap dan tes koagulasi dilakukan.
c.       Protein urine positif (+).
(5)   Pemeriksaan histologis/patologi anatomi.
Yaitu pemeriksaan mikroskopis gelembung cairan mirip anggur.
a.       Pada mola komplet, tidak terdapat jaringan fetus, terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46, XX atau 46, XY.
b.      Pada mola parsial, terdapat jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit fetus.
(6)   Pemeriksaan T3 dan T4 bila tampak tanda – tanda tirotoksikosis hipertiroid.16
9)      Komplikasi.
(1)   Perdarahan yang hebat dapat menyebabkan syok, bila tidak segera ditangani dapat berakibat fatal. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus, atau yang lebih sering terjadi secara intermiten selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup berat dibuktikan terjadi pada sebagian wanita yang molahidatidosanya lebih besar. Kadang – kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup di dalam uterus.
(2)   Perdarahan yang berulang – ulang dapat menyebabkan anemia.
Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang – kadang terdapat eritropoiesis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat berproliferasi.
(3)   Infeksi sekunder.
(4)   Menjadi ganas (PTG) pada kira – kira 18–20 kasus, akan menjadi mola destruens atau khoriokarsinoma. 1, 16, 17
10)  Diagnosis banding
Diagnosis banding yang sering timbul yaitu :
(1)   Abortus
Sekitar 20% wanita hamil mengalami perdarahan pada trimester pertama kehamilan dan separuhnya mengalami abortus. Dimana abortus merupakan pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin <500   gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu.
(2)   Hiperemesis gravidarum
Pasien juga melaporkan mual (nausea) dan muntah (vomiting) yang berat.   Ini di karenakan meningkatnya kadar human chorionic gonadotropin (HCG).
(3)   Hipertiroidisme
Sekitar 7% kasus datang dengan keluhan tremor, kulit yang hangat, demam subfebril, banyak keringat, tidak tahan panas, dan takikardia (denyut     jantung >100x/menit)
(4)   Hipertensi ( tekanan darah > 140/90 mmHg)
Yang sangat penting adalah kemungkinan terjadinya preeklamsi pada kehamilan molahidatidosa, yang menetap sampai trimester kedua. Karena hipertensi akibat kehamilan jarang dijumpai sebelum usia gestasi 24 minggu, preeklamsi yang terjadi sebelum waktu ini sedikitnya harus mengisyaratkan molahidatidosa atau mola yang lebih luas.
(5)   Hidramnion.
(6)   Kehamilan ganda (gemeli). 1, 3, 18
11)  Penanganan
Penanganan molahidatidosa yaitu :
(1)   Perbaikan keadaan umum.
Yang termasuk usaha ini adalah transfusi darah untuk mengatasi syok hipovelemik atau anemi, pengobatan terhadap penyulit, seperti preeklamsi berat atau tirotoksikosis. Setelah penderita stabil, baru dilakukan evakuasi.
(2)   Evakuasi.
      Pada umumnya evakuasi jaringan molahidatidosa dilakukan dengan kuret vakum, kemudian sisanya dibersihkan dengan kuret tajam. Tindakan kuret hanya dilakukan satu kali. Kuret ulangan hanya dilakukan bila ada indikasi.
     Pada kasus molahidatidosa yang belum keluar gelembungnya, harus di pasang dahulu laminaria stift (12 jam sebelum kuret), sedangkan pada     kasus yang sudah keluar gelembungnya, dapat segera di kuret setelah keadaan umumnya distabilkan. Bila perlu dapat diberi narkosis neuroleptik.  
(3)   Tindakan profilaksis.
Adalah  untuk  mencegah  terjadinya  keganasan  pascamola   pada   mereka yang mempunyai faktor risiko, seperti umur diatas 35 tahun atau gambaran PA yang mencurigakan. 
Ada 2 cara yaitu :
a.       Histerektomi dengan jaringan mola in toto, atau beberapa hari pascakuret. Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan umur diatas 35 tahun serta anak cukup.
b. Sitostatika profilaksis. Diberikan kepada mereka yang menolak histerektomi atau wanita muda dengan PA mencurigakan.
Caranya:    Methotrexate 20 mg/hari atau
 Actinomycin D 1 flc/hari, 5 hari berturut-turut.
(4)   Pemeriksaan tindak lanjut (follow up):
     Yaitu pengawasan lanjutan untuk memantau/mendeteksi secara dini adanya perubahan ke arah keganasan dan untuk mengevaluasi pasca evakuasi. Langkah pengawasan dilakukan secara klinis, laboratorium, dan radiologis. Monitor kadar hCG sampai kadar hCG menjadi negatif (-). Dilakukan selama satu tahun dengan jadwal sebagai berikut:
a.       Tiga bulan pertama         : tiap 2 minggu
b.   Tiga bulan kedua            : tiap 1 bulan
c.    Tiga bulan terakhir        : tiap 2 bulan
Selama dilakukan pemeriksaan ginekologik dan ß-hCG, serta pemeriksaan foto toraks kalau perlu. Tindak lanjut dianggap selesai bila satu tahun pascaevakuasi molahidatidosa, penderita tidak mempunyai keluhan dan kadar ß-hCG di bawah 5 IU/L atau bila penderita sudah hamil lagi dengan normal.
Selama tindak lanjut, pasien dianjurkan untuk menggunakan kondom atau pil kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin punya anak) atau tubektomi apabila ingin menghentikan fertilisasi.14, 16, 19
12)  Prognosis
     Risiko kematian/kesakitan pada penderita molahidatidosa meningkat karena perdarahan, perforasi uterus, preeklamsi berat, tirotoksikosis atau infeksi. Akan tetapi, sekarang kematian karena molahidatidosa sudah jarang sekali. Segera setelah jaringan molahidatidosa dikeluarkan, uterus akan mengecil, kadar hCG menurun dan akan mencapai kadar normal sekitar 10 – 12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein juga akan mengecil lagi. Pada beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa bulan.
     Sebagian besar penderita molahidatidosa akan baik kembali setelah kuretase. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal, namun molahidatidosa  berulang dapat terjadi, tetapi jarang. Walaupun demikian, 15–20% dari penderita pasca molahidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG), baik berupa mola invasif, koriokarsinoma, maupun placental site trophoblastic tumor (PSTT).
     Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama pascaevakuasi, yang terbanyak pada enam bulan pertama. MHP lebih jarang menjadi ganas. Faktor risiko terjadinya TTG pasca molahidatidosa adalah umur di atas 35 tahun,    uterus di atas 20 minggu, kadar hCG preevakuasi di atas 100.000 IU/L, dan kista lutein bilateral.14

Sumber : 
  1.  Helen Varney, Jan M, Carolyn L. Buku Ajar Asuhan Kebidanan edisi 4,  volume 1. Jakarta: EGC. 2007 (Hal 607)
  2. Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kandungan, Edisi 2, Cetakan keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005 (Hal 262)
  3. Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan, Edisi 3, Cetakan ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005 (Hal 342)
  4. Manuaba I.B.G. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.1998 (Hal 421)
  5. Chandranita M, Fajar M, Manuaba I.B.G. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC. 2008      (Hal 70)
  6. Manuaba I.B.G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan. 1999. (Hal 104)
  7. Bari Saifuddin. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002       (Hal 156)
  8. Helen Varney, Jan M, Carolyn L. Buku Saku Bidan. Jakarta: EGC. 2002      (Hal 138)
  9. Sulaiman S, Djamhoer M, Firman F. Obstetri Patologi, Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005  (Hal 29 – 30)
  10. Anik Maryuni, Yulianingsih. Asuhan Kegawat Daruratan dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media. 2009 (Hal 58)
  11. Gary C, Norman F, Kenneth J, Larry C, Jhon C, Katherine D. Obstetri williams, Edisi 21, Volume 2. Jakarta : EGC. 2006 (Hal 935)
  12. Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu I, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid pertama. Jakarta: Media Aesculapius. 2001     (Hal 266)
  13. Bari S, Gulardi H, Biran A, Djoko W. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002 (Hal M-17)


1 komentar:

  1. Molahidati dosa atau Hamil anggur itu cukup berbahaya ya kalau di biarkan terus. Blognya sangat bermanfaat nih

    BalasHapus